Login menjadi salah satu podcast yang menarik sejak kemunculannya pada Ramadhan tahun kemarin. Ramadhan tahun ini LogIn kembali hadir dengan host yang sama, yakni Habib Husein Ja’far Al-Haddar dan Onadio Leonardo. Podcast ini banyak menarik perhatian karena dibawakan oleh host lintas keyakinan. LogIn menjadi program Ramadhan yang berbeda karena membuat keindahan Ramadhan tidak hanya dirasakan oleh umat Islam, namun juga oleh semua umat beragama di Indonesia karena kontennya sarat akan nilai-niai toleransi dan multikultural.
Episode kedua menjadi salah satu episode yang menarik di LogIn tahun ini. Episode ini tayang pada hari Selasa, 12 Maret 2024. Kali ini Habib Ja’far yang menjadi narasumber utama membahas tema tentang kesetaraan gender dan pentingnya perspektif perempuan dalam beragama. Kurang lebih poin-poin berikut ini yang disampaikan dan dibahan oleh Habib Ja’far:
- Tuhan lebih banyak memiliki sifat feminin dari pada maskulin
Pembahasan ini dimulai dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Onad kepada Habib Ja’far tentang mengapa Tuhan itu seksisme? Selama ini oleh agama mana pun Tuhan selalu dimaknai sebagai maskulinitas.
Habib Ja’far lalu menjawab bahwa pandangan seperti itu adalah pemahaman yang salah terhadap Tuhan. Bahkan Menurut para antropologi dan fenomenologi Islam (baik yang beragama Islam ataupun tidak) yang telah meneliti 99 nama-nama Tuhan atau Asmaul Husna, sebetulnya Tuhan jauh lebih banyak memiliki sifat feminin dibandingkan maskulin. Kurang dari 5% Asmaul Husna yang bermakna maskulin, (misalnya Maha Keras, Maha Membalas, dan lain sebagainya). Sedangkan selebihnya bermakna feminin. Dalam Islam, sifat-sifat feminin Tuhan disebut sifat jamaliyyah, sedangkan sifat-sifat maskulin disebut sifat jalaliyyah. Bahkan ada satu Asmaul Husna yang sangat lekat dengan perempuan, yaitu Al Rahim yang artinya Maha Penyayang, di mana rahim sangat identik dengan perempuan.
Namun klasifikasi sifat Tuhan seperti ini hanya sebagai bantahan terhadap pandangan yang mengatakan bahwa Tuhan cenderung tampil sebagai sosok maskulin karena pada dasarnya, Tuhan tidak patut disifati dengan feminitas atau pun maskulinitas karena Dia mukhalafah lil hawadits, berbeda dengan makhlukNya.
- Di dalam Islam, perempuan dan laki-laki punya posisi yang setara
Di dalam Islam, perempuan dan laki-laki berbeda secara seksual yang sifatnya biologis, namun setara dalam hal gender yang sifatnya sosial. Yang biologis misalnya perempuan itu menyusi, melahirkan, haid, di mana itu semua adalah konsekuensi dari keadaan biologisnya yang by design of God.
Sedangkan secara gender, karena dikonstruksi oleh masyarakat, seperti laki-laki harus tegas sedangkan perempuan tidak perlu, laki-laki harus bekerja di luar sedangkan perempuan di rumah saja, jadi tidak adil. Padahal Sayidah Khadijah, istri pertama Nabi Muhammad, beliau pun seorang pekerja. Bahkan saat bertemu dengan Nabi, beliau menjadi CEO di tempat Nabi bekerja dan yang pertama kali melamar untuk menikah adalah Sayidah Khadijah, bukan Nabi. Sehingga di dalam Islam, hak untuk menikah juga dimiliki oleh perempuan. Artinya, perempuan juga berhak untuk menikahi laki-laki. Jika perempuannya tidak mau, maka pernikahan tidak akan terjadi karena ada dan kesediaan mempelai perempuan menjadi rukun dalam menikah dan perempuan tidak boleh dipaksa.
Ada lagi misalnya, pandangan sosial yang seolah-olah hanya memperbolehkan laki-laki dalam mencari ilmu, sedangkan perempuan tempatnya di sumur, kasur, dan dapur. Faktanya, Sayidah Aisyah, istri Nabi Muhammad yang lain, merupakan salah satu periwayat hadits terbanyak di kalangan sahabat laki-laki dan perempuan.
Begitu juga kalau berbicara tentang aktivisme. Salah satu perempuan yang dijamin masuk surga adalah Sayidah Asiah, istri Firaun. Ia aktif melawan kezaliman Firaun.
Berdasarkan beberapa contah di atas, faktanya ada pekerja perempuan, pelajar perempuan, dan aktivis perempuan. Akan tetapi secara sosial seolah-olah ketiga profesi ini seharusnya hanya dilakukan oleh laki-laki.
Nabi Muhammad dalam khutbah haji wada juga berpesan kepada umatnya untuk mengangkat derajat dan menghormati perempuan, jangan sampai perempuan hanya menjadi objek bagi laki-laki dan menjadi masyarakat kelas dua. Artinya, jika ada konstruksi masyarakat yang masih mendiskriminasikan perempuan, itu karena tidak dilandasi oleh pengetahuan dan pemahaman agama.
- Kondisi kesetaraan di Indonesia
Kemenag RI sebelumnya menerjemahkan ayat Arrijalu Qawwamuna ‘ala annisaa dengan “Laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan.” Akan tetapi sekarang terjemah tersebut diubah menjadi “Laki-laki adalah pelindung bagi perempuan.” Berdasarkan usulan dari para pakar Al-Qur’an, terjemah ayat ini dibuat lebih sesuai agar tidak lagi dijadikan alasan bahwa pemimpin harus laki-laki sehingga perempuan tidak boleh menjadi pemimpin. Akan tetapi, berdasarkan ayat ini, laki-laki adalah pelindung bagi perempuan. Namun jika dibaca dengan perspektif Mubadalah, maka laki-laki dan perempuan harus saling melindungi.
Contohnya persoalan perlindungan laki-laki terhadap perempuan di atas juga selaras dengan makna dari ayat Al-Qur’an yang mengatakan bahwa perempuan itu seperti ladang. Sepintas ayat ini menerangkan bahwa perempuan adalah objek bagi laki-laki. Padahal, kalau kita berpikir lebih lanjut, ladang itu harus dirawat, harus disayangi, harus disiram, harus dipupuk, dan lain sebagainya.
Misalnya lagi tentang siapa yang harusnya bekerja di luar rumah, sebetulnya tergantung siapa yang punya kapabilitas. Kalau ternyata yang memungkinkan bekerja di luar rumah adalah perempuan, maka tugas-tugas di rumah bisa dilakukan oleh laki-laki. Selama ini seolah-olah pekerjaan rumah hanya diwajibkan kepada perempuan. Padahal, Nabi Muhammad juga melakukan pekerjaan domestik seperti menjahit sepatu sendiri, membuat makanan dan minuman sendiri, dan lain sebagainya.
Salah satu perempuan Indonesia dalam konteks nasionalis-religius adalah Kartini. Ia mengaji Al-Qur’an kepada kiai Sholeh Darat bahkan juga mengkaji tafsirnya. Namun dalam salah satu surat yang dikirimkannya kepada salah satu sahabatnya di Belanda, ia menyampaikan bahwa Tuhan dalam perspektif muslim Indonesia digambarkan sebagai maskulinitas, sehingga seolah-olah konteks Islam di Indonesia penuh dengan ketakutan dan ancaman.
Inilah alasan mengapa penelitian di Columbia University mengatakan bahwa agama bisa menjadi sumber penyebab stres jika dipandang sebagai ketakutan dan acaman di samping juga bisa menjadi obat stress, tergantung bagaimana cara seseorang memahaminya. Padahal ketika Nabi Muhammad mengutus Mu’adz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman, beliau berkata kepada Mua’adz, “sebarkan agama ini dengan penuh kegembiraan, bukan dengan ketakutan karena agama adalah kabar gembira.”
Dari sinilah kemudian RA Kartini mengajak muslimah Indonesia untuk mempelajari Islam agar Islam dapat dipahami dengan perspektif perempuan, dengan penuh cinta dan kasih sayang agar kesempurnaan Islam terasa.
- Patriarkhi menyia-nyiakan potensi perempuan
Patriarkhi merupakan tradisi yang memberikan kekuasaan dan kewenangan kepada laki-laki. Tradisi ini sudah ada sejak dulu. Karena itu, jika hari ini kita masih merasa kesulitan untuk menyadari bahwa kemanusiaan yang semestinya adalah kesetaraan laki-laki dan perempuan, sehingga perempuan kesulitan secara mental untuk menaikkan dirinya agar setara dengan laki-laki, karena memang dari dulu sudah seperti itu.
Sejak lahir, perempuan sudah dididik menjadi objek dan masyarakat kelas dua, dan ini sangat bermasalah. Akibatnya, banyak perempuan khususnya di Indonesia entah itu agamanya Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, dan lain sebagainya, potensinya tidak tumbuh hanya karena stigma atau tradisi patriarkhi. Akhirnya, perempuan sebagai makhluk Tuhan yang punya banyak potensi malah disia-siakan, padahal harusnya disyukuri dan dimuliakan.
- Perspektif keberagamaan perempuan menyempurnakan agama itu sendiri
Mengutip salah satu statement dari Rabiah Adawiyah, seorang sufi dari kalangan perempuan, ia pernah berkata begini kepada Tuhan; “Jika aku beriabadah karena ingin surga, maka bakarlah surga itu. Jika aku beribadah karena takut neraka, maka padamkanlah api neraka itu. Tapi jika aku beribadah karena Engkau semata, biarkan aku merasakan keindahan bersamaMu.” Spiritualitas mendalam semacam ini biasanya identik dengan laki-laki. Tapi ketika seorang perempuan juga memilikinya, ia tentu memiliki perspektif dan nuansa yang berbeda dalam mengaktualisasikan cara atau rasa dalam beragamanya.
Jika Islam hanya diexplore oleh laki-laki, maka Islam tidak akan terasa sempurna karena perspektif dalam berislam pun harus berpasangan. Artinya, harus ada perspektif perempuan dalam memandang Islam agar Islam itu terasa sempurna. Artinya, jika ada perempuan yang memperjuangkan dirinya agar derajatnya setara dengan laki-laki, itu merupakan sesuatu yang sangat Islami.
Selama ini, anggapan yang berkembang di mayarakat adalah perempuan menjadi warga kelas dua sebelum menikah perempuan adalah milik orang tuanya, sedangkan setelah menikah menjadi objek dari suaminya. Padahal dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa ketaatan hanyalah kepada Allah dan RasulNya, karena itu tidak ada ketaatan yang mutlak kepada selain Allah dan RasulNya. Seorang perempuan harus taat kepada orang tua, suami, pemimpin, selama mereka tidak bertentangan dengan Allah dan RasulNya. Sebaliknya, jika orang tua, suami, atau pemimpin menyuruh untuk melakukan hal yang bertentangan dengan Allah dan RasulNya, maka kata Nabi Muhammad, harus dilawan, bukan hanya sekedar tidak diikuti. Bahkan kita wajib untuk mengedukasi dan mereformasi agar mereka berubah.
Pada masa Nabi pun ada seorang laki-laki yang dipaksa keluar dari Islam oleh ibunya karena ibunya menganggap bahwa Islam salah. Kata Nabi, jangan ikuti apa kata ibumu. Tidak mengikuti perintah ibu di sini tentu berbeda dengan berbakti yang sifatnya mutlak. Bakti adalah berbuat baik. Seorang anak wajib berbakti kepada orang tuanya meskipun orang tuanya atheis sekalipun. Begitu juga kepada suami.
Kurang lebihnya, itulah poin-poin yang disampaikan oleh Habib Ja’far tentang kesetaraan gender dalam Islam. Dengan disampaikannya tema ini dalam program LogIn yang ditonton oleh jutaan masyarakat Indonesia juga oleh Habib Ja’far yang merupakan influencer yang punya banyak followers, mudah-mudahan semakin banyak yang paham bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kedudukan yang setara dan harus diperlakukan secara adil dan setara.