Saya menyimak penjelasan Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab atau yang lebih akrab dipanggil Abi Quraish tentang kurban ini dari salah satu video di YouTube Channel Mbak Najwa Shihab dengan judul ‘Berkurban Tak Tunggu Mapan; Berkurban Perlu Ketulusan’. Meski video ini diunggah lima tahun lalu, agaknya ilmu yang disampaikan oleh Abi Quraish masih sangat penting untuk kita ketahui. Penjelasan tersebut saya rangkum dalam tulisan sebagai berikut.
Kurban berasal dari Bahasa Arab qurb yang artinya dekat. Karena itu, kurban menjadi sarana ibadah untuk mendekatkan diri kepda Allah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, korban artinya menanggung sesuatu yang berat dengan rela dan Ikhlas. Kedua makna literal ini sesuai dengan cerita historis kurban itu sendiri.
Peristiwa kurban pertama kali terjadi pada masa Nabi Adam as. Qabil dan Habil, dua putra Nabi Adam as pernah diperintahkan untuk mempersebahkan sesuatu yang berharga kepada Allah untuk mendekatkan diri kepadaNya. Yang dipersembahkan Qabil adalah hasil kebun yang kurang bagus, sedangkan yang dipersembahkan oleh Habil adalah seekor kambing terbaik yang ia miliki.
Dijelaskan oleh Syekh Fahruddin al-Razi dalam Kitab Mafatih al-Ghaib, mayoritas ulama tafisr mengatakan bahwa tanda diterimanya kurban mereka adalah jika harta yang mereka kurbankan disambar oleh api yang muncul dari langit. Namun harta yang disambar oleh api yang dimaksud hanyalah milik Habil yang artinya harta yang diterima oleh Allah hanyalah milik Habil, sedangkan kurbannya Qabil ditolak. Kisah Qabil dan Habil ini diabadikan dalam QS. Al-Maidah ayat 27.
Bedasarkan kisah tersebut, Abi Quraisy berkata bahwa inti dari kurban adalah keikhlasan dan ketulusan sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hajj ayat 37 sebagai berikut:
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
Artinya: “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.”
Ketulusan dan keikhlasan ini juga yang mendasari Nabi Ibrahim as untuk rela menyebelih putranya, Nabi Ismail as yang saat itu masih remaja, meskipun ia merupakan puta satu-satunya yang telah dinantikan kelahirannya selama puluhan tahun. Tentu keputusan yang diambil oleh Nabi Ibrahim as itu begitu berat. Akan tetapi demi memenuhi perintah Allah dan mendekatkan diri kepadaNya, maka Nabi Ibrahim as bersedia untuk mengorbankan anaknya tanpa sedikit pun keraguan, begitu pula dengan istrinya, Siti Hajar juga Ismail sendiri.
Nabi Ibrahim as memiliki banyak keistimewaan sehingga ajaran kurban ini disampaikan kepadanya. Dalam QS. An-Nahl ayat 120 Allah menyebut Nabi Ibrahim as sebagai ‘ummah’:
اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ
Artinya: “Sesungguhnya Ibrahim adalah imam (sosok anutan) yang patuh kepada Allah, hanif (lurus), dan bukan termasuk orang-orang musyrik.”
Menurut Abi Quraish, kata ‘ummah’ sendiri bisanya identik dengan orang banyak (umat). Namun dalam ayat ini Allah menyebut Nabi Ibrahim as seorang diri dengan sebutan ‘ummah’. Abi Quraish menuturkan bahwa sebutan ini diberikan kepada Nabi Ibrahim as karena ia menghimpun banyak keistimewaan di antaranya adalah tiga hal berikut.
Pertama, Nabi Ibrahim as adalah Nabi pertama yang mengumandangkan tentang keTuhanan Yang Maha Esa. Nabi-nabi sebelumnya mengenalkan Tuhan sebagi Tuhan suku tertentu, sedangkan Nabi Ibrahim as mengenalkan Tuhan sebagai Tuhan seluruh alam.
Kedua, Nabi Ibrahim as merupakan satu-satunya Nabi yang meminta kepada Allah untuk ditunjukkan bagaimana caraNya menghidupkan sesuatu yang telah mati. Allah pun menunjukkannya. Allah memerintahkan Nabi Ibrahim as untuk menyembelih empat ekor burung, lalu bangkainya diletakkan di pucak gunung. Kemudian saat Nabi Ibrahim as memanggilnya, burung-burung itu pun bangkit, terbang seperti sebelum disembelih. Karena itu, keyakinan Nabi Ibrahim as tentang kebangkitan setelah kematian bukan berdasarkan cerita atau perasaan saja, akan tetapi berdasarkan bukti empiris.
Ketiga, dulu sebelum masa Nabi Ibrahim as yang dikurbankan adalah manusia. Di Mesir misalnya, bahkan sampai masa Khalifah Umar bin Khattab, saat dalam setiap tahun mengalami kekeringan, air akan mengalir jika diberikan sesajen atau persembahan berupa sembelihan perempuan yang paling cantik. Lalu kebiasaan seperti ini dilarang oleh Khalifah Umar bin Khattab, hingga kemudian umat manusia sadar bahwa manusia terlalu berharga untuk dikurbankan. Namun melalui Nabi Ibrahim as, Allah menyampaikan bahwa tidak ada sesuatu yang terlalu berharga untuk dikurbankan bahkan jika Allah meminta Nabi Ibrahim as untuk menyembelih anaknya sendiri. Hingga kemudian Allah membatalkan perintah tersebut dan mengganti Ismail dengan hewan kurban. Allah lalu berkata kepada Nabi Ibrahim as bahwa Dia tidak suka jika manusia dikurbankan karena Dia mencintai dan menghormati manusia. Melalui kisah ini, Allah mengajarkan tentang ketulusan dalam berkurban dan kecintaanNya kepada manusia.
Itulah sebabnya Nabi Ibrahim as sangat dicintai dan dihormati oleh berbagai agama seperti Islam, Kristen, dan Yahudi. Selain itu, Nabi Ibrahim as juga begitu dicintai oleh umat lintas agama karena ia adalah ayah dari Nabi-nabi setelahnya.