Akhirussanah merupakan suatu momentum tahunan yang dilaksanakan rutin di banyak pondok pesantren, tak terkecuali Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Mungkin namanya beragam atau tidak persis sama, tetapi pada intinya adalah rangkaian kegiatan pesantren di akhir tahun pembelajaran. Itulah yang biasa kami sebut di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy sebagai Akhirussanah.
Sebagai suatu event, Akhirussanah ini diadakan sebagai pengingat atau penanda akan beberapa hal, di antaranya: tanda berakhirnya kalender akademik pondok pesantren dalam satu tahun, tolak ukur pencapaian seorang santri dalam satu tahun, pengingat silaturahmi bagi para wali santri atau alumni kepada Kiai/Nyai di pesantren dan bagi para santri boleh jadi sebagai penanda akan datangnya kebahagiaan, karena setelah Akhirussanah biasanya tibalah waktu liburan.
Tetapi bukan tentang Akhirussanah sebagai penanda akan banyak hal di atas yang ingin saya tuliskan lebih lanjut pada kesempatan ini. Melainkan apa yang saya dapatkan dari guru-guru saya di pondok, yaitu tentang pemaknaan Akhirussanah itu sendiri.
Saya ingin mengawali dengan sebuah pertanyaan sederhana: “Pernahkah anda berpikir kritis tentang apa bedanya penulisan atau pelafalan “Haflah Akhirussanah” dan “Tasyakur Haflah Akhirussanah” secara makna?”
Ya, tentu secara pelafalan itu sudah berbeda dari segi jumlah katanya. Begitu juga secara makna tentu sangat berbeda. “Tasyakur”, “Haflah”, dan “Akhirussanah” adalah tiga kata serapan yang asalnya adalah Bahasa Arab.
Secara bahasa “Tasyakur” artinya bersyukur, “Haflah” berarti perayaan/seremonial dan “Akhirussanah” itu akhir tahun. Dua kata terakhir tentu bisa dimaknai dengan mudah, “Haflah Akhirussanah” yang berarti perayaan akhir tahun, di mana berisi banyak rangkaian kegiatan, seperti khataman, wisuda, kreasi santri dan tentunya pengajian umum.
“Tasyakur” merupakan bentuk Masdar (kata dasar) dari “تَشَكَّرَ ” yang berarti bersyukur. Bersyukur artinya mengungkapkan rasa puas, bahagia, dihargai, atau terima kasih atas sesuatu yang diperoleh baik melalui ucapan maupun perbuatan.
Dalam konteks Akhirussanah penting sekali dimaknai sebagai “Tasyakur” bukan sekedar “Haflah”. Kita perlu bersyukur bahwa selama setahun ini diberi nikmat yang sangat agung, yaitu nikmat mengaji, yang belum tentu semua orang bisa merasakannya, belum tentu semua orang punya kesempatan untuk melakukannya, dan tidak semua orang punya nasib dan pengalaman mondok mesantren dan mengaji di dalamnya.
Bersyukur bahwa di pondok pesantren dan lingkungan sekitarnya juga menjamin adanya suasana yang aman, tentram, dan kondusif sehingga mendukung berjalannya proses mengaji dan pembelajaran pada umumnya dengan baik dan nyaman.
Beberapa program kepengurusan yang tercapai sesuai target dan rencana, banyak inovasi yang muncul dalam kepengurusan, atau juga mungkin banyak hikmah serta pelajaran berharga yang diperoleh dalam menjalankan tugas dan amanah. Hal itu juga patut kita syukuri bersama.
Bagi seorang santri, ia berhasil meningkatkan kualitas dirinya, kualitas ngaji dan belajarnya, kualitas skil dan bakatnya, bahkan beberapa santri berhasil menuntaskan target hafalan maupun kitabnya. Itu semua merupakan suatu nikmat yang sudah semestinya kita syukuri.
Terlebih, tahun sekarang merupakan Harlah ke-31 Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Artinya selama 31 tahun ini dalam setiap tahunnya kita diberi anugerah dan nikmat yang luar biasa dari Allah SWT sehingga tidak ada alasan lain kecuali kita memang harus bersyukur kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka ungkapanlah nikmat itu.
فَحَدِّثْ di atas bisa diungkapkan bukan hanya dengan berucap “Alhamdulillah”, tetapi lebih dari itu, kita ungkapkan dalam bentuk tindakan dan kegiatan yang semuanya disusun rapih dalam rangkaian Akhirussanah sehingga ungkapan syukur itu mewujud dalam bentuk kegiatan sosial, seperti pengobatan gratis, donor darah, santunan anak yatim dan sunat masal. Dari sisi budaya dan lingkungan ada kegiatan workshop pengelolaan sampah pesantren dan karnaval. Dari sisi pendidikan adanya kegiatan pekan musabaqoh, bahtsul masail, hingga seminar nasional.
Lebih dari itu, pencapaian hasil belajar para santri yang ditampilkan di panggung utama Akhirussanah selain sebagai rasa syukur orang tua dan guru, itu juga sebagai ajang dakwah pesantren kepada masyarakat luas di luar sana.
Fal hasil, ‘ala kulli haal mari kita semua bersyukur atas apapun yang terjadi dalam hidup kita. Jika itu sesuai dengan keinginan kita maka itu adalah nikmat yang sudah semestinya kita syukuri. Jika itu tidak sesuai dengan keinginan kita maka sabar dan pasti ada hikmah di balik itu semua. Hikmah dan pelajaran berharga itulah yang juga sama mesti kita syukuri.
Kita tahu Allah menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa: “لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ”. Jika kita mau bersyukur maka Allah pasti akan tambah ni’mat itu, tetapi jika kita kufur (tidak bersyukur) maka azab Allah itu sungguh amat pedih.
Dalam konteks Akhirussanah dan pondok pesantren tentu kita niatkan segala gerak dan pengabdian ini sebagai bentuk Tasyakur. Sehingga semangatnya adalah semangat Tasyakur. Kegiatan Haflah Akhirussanah pun bukan sekedar seremonial tetapi ada ruh Tasyakur di dalamnya.
Kita berharap dengan Tasyakur ini, Allah menambahkan lebih banyak lagi nikmat dan anugerahNya untuk kita semua. Bertambah semangat ngajinya, bertambah ilmunya, bertambah amal dan manfaatnya, bertambah rezekinya dan bertambahnya segala kebaikan yang hadir dalam hidup kita. Singkatnya, ujung dari Tasyakur ini adalah barokah. Barokah itulah yang disebut Al-Ghazali sebagai Ziyadah al-Khoir (bertambahnya kebaikan). Aamiin.
Tasyakur Haflah Akhirussanah dan Harlah XXXI
Pondok Kebon Jambu Al-Islamy
“Lestari Bumi Pertiwi”