Umat-umat terdahulu atau umat sebelum umatnya Nabi Muhammad SAW apabila mereka ingin bertaubat dari dosa yang telah dilakukan caranya adalah dengan membunuh dirinya sendiri. Sedangkan umat Nabi Muhammad SAW diberikan satu keistimewaan oleh Allah SWT, yaitu apabila mereka ingin bertaubat dari dosa-dosanya maka cukup dengan beristighfar (secara lisan) seraya menyesali segala perbuatannya dan tidak berniat untuk mengulanginya.
Untuk lafadz istighfarnya bisa dengan yang sering kita baca setiap hari yaitu Astaghfirullahal’adzim. Tetapiyang lebih dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah dengan membaca Sayyidul Istighfar, sebagaimana yang sedang kita amalkan saat ini di bulan Rajab setiap pagi dan sore. Berikut adalah lafadz Sayyidul Istighfar:
اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ
Artinya: “Ya Allah, Engkau Rabbku, tidak ada sembahan yang haq kecuali Engkau. Engkau menciptakanku dan aku hamba-Mu. Aku di atas perjanjian dan janji-Mu semampuku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa yang aku lakukan, aku mengakui untuk-Mu nikmat-nikmat-Mu atasku, dan aku mengakui untuk-Mu dosa-dosaku, maka ampunilah aku, sungguh tidak ada yang mengampuni dosa-dosa selain Engkau.”
Bisa kita lihat bahwa di dalamnya berisi pengakuan dosa dan kesalahan serta perenungan atas segala nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT kepada kita. Artinya Nabi Muhammad SAW itu mengajarkan pada kita untuk dapat seimbang dan stabil dalam berfikir agar tidak berujung overthinking, seperti yang saat ini sedang melanda genZ.
Seseorang cenderung mengingat-ingat dosa dan kelemahan diri, hingga tanpa sadar hal tersebut justru sedikit demi sedikit dapat merusak mentalnya. Tanpa sadar, semakin hari ia semakin merasa minder, semakin merasa takut sampai akhirnya mulai pesimis menjalani hidup. Padahal yang dianjurkan adalah mengingat dan merenungi dosa dan segala nikmat serta kelebihan yang diberikan Allah SWT kepada kita sehingga kita juga dapat bersyukur bukan hanya tersungkur.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW menganjurkan umatnya untuk membaca Sayyidul Istighfar setiap hari, agar dapat menyeimbangkan rasa. Agar kita tidak terperangkap dalam rasa bersalah dan dosa tapi kita juga mensyukuri segala yang ada. Hingga pada akhirnya mewujud menjadi rasa semangat dan optimis dalam menjalani hidup, bukan hanya rasa putus asa karena selalu mengingat dosa.
Sedikit-sedikit kena mental! Dikritik sedikit langsung kena mental, diomongin temennya langsung menciut nyalinya. Begitulah fenomena yang terjadi saat ini, hal ini banyak sekali dialami oleh teman-teman genZ. Perasaan “Kena Mental” ini akan menjadi lebih parah seiring denagn semakin seringnya seseorang mengingat-ingat kesalahannya serta dosa dan juga kelemahan diri sendiri.
Apabila seseorang telah berlarut-larut dalam hal tersebut, itu artinya dia telah terperdaya oleh tipuan setan. Di mana dia akan selalu merasa putus asa, merasa takut padahal belum memulai apa-apa atau bahkan hal itu dapat membuat seseorang menghentikan kebaikan-kebaikan yang selama ini telah dia lakukan.
Di dalam Al-Qur’an hal tersebut disebut “الخناس” yaitu bisikan-bisikan tidak baik kepada diri sendiri, yang mana hal itu merupakan tipu daya yang dibuat oleh setan. Hal tersebut akan terus terjadi sampai kita mengembuskan nafas terakhir nanti. Karena itu, bertahanlah!!
Momentum itu direkam di dalam Al-Qur’an surat al-Falaq dan an-Nas. Di mana di dalamnya berisi tentang bagaimana seharusnya kita percaya kepada Allah SWT dan percaya bahwa di setiap penjuru dunia akan selalu ada keburukan yang disebabkan oleh manusia. Oleh karena itu, dalam mengingat dosa harus diimbangi dengan rasa syukur dan mengingat kelebihan diri agar dapat percaya diri dan rendah hati bukan rendah diri.
Yayu Awa memberi contoh agar kita berdo’a seperti ini :
“Ya Allah jadikanlah kesalahan kami seperti kesalahan orang-orang yang Engkau cintai, sehingga Engkau juga mengampuni kami..”
Allah SWT di dalam Al-Qur’an menyebutkan bahwa orang-orang beruntung adalah mereka yang senantiasa mengingat dosa-dosanya seraya mensyukuri segala nikmatnya.
Kendati demikian, rasa syukur itu jangan pernah didasari atas perbandingan diri kita dengan orang lain. Cukup syukuri apa yang telah menjadi takdir kita, masih bisa bernafas, masih bisa berjalan, dan masih tertawa. Dengan begitu hidup akan terasa lebih ringan dan mudah.
Imam Hasan Asy-Syadzili mengatakan bahwa orang yang merasa was-was adalah orang selalu teringat dosa, sehingga ia tidak melakukan kebaikan.
Muali hari ini cobalah untuk mengambil peran! Jangan merasa takut, jangan merasa minder, jangan terkungkung dalam overthinking. Yayu Awa mengatakan bahwa “Masyarakat di luar sana itu menunggu peran kita dalam menyampaikan dakwah, meskipun itu hanya satu huruf. Sehingga, hal itu menjadi jalan bagi kita agar dapat berkhidmah.”
Salam semangat GenZ!! Glow up and Grow Up!! 🙂
*Tulisan ini merupakan catatan dari pengajian alumni putri Pondok Kebon Jambu Al-Islamy yang dilaksanakan secara virtual di google meet pada Senin, 15 Januari 2024.