Santri Berdemokrasi

Tak akan lama lagi, kita akan melakukan pemilihan umum Presiden Indonesia masa bakti 2024-2029 mendatang.  Hal ini kemudian menjadi isu yang amat hangat diperbincangkan karena memilih pemimpin tidak bisa dimaknai sebagai suatu hal yang sepele sehingga tidak bisa dibicarakan dengan asal-asalan. Sebagai santri pun, selain mengkaji berbagai jenis ilmu, kita juga mesti melek dalam hal politik. Dalam artian, kita tak boleh tutup mata mengenai hal ini, sebab betapa satu suara kita begitu berharga untuk menentukan pemimpin NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang pantas membersamai rakyat dan mengelola negara selama lima tahun ke depan.  

Adalah penting bagi semua kalangan (bagi mereka yang telah memiliki hak untuk memilih) untuk memahami betul track record (rekam jejak) dari masing-masing capres maupun cawapres. Hal ini dimaksudkan agar kita mengetahui bagaimana latar belakang, sepak terjang, seberapa baik mereka dalam melakukan pekerjaan, mengatasi masalah, dan memberikan kebijakan.

Hal lain yang mesti dijadikan tolak ukur adalah sejauh mana tokoh tersebut dalam mengelola ranah-ranah kepemimpinan. Seperti kemampuannya dalam mengelola informasi, relasi, jaringan, memberikan kebijakan yang adil dan maslahat kepada seluruh rakyat termasuk kaum- kaum yang seringkali termarginalkan.

Selain itu, gagasan yang ditawarkan juga tidak dapat kita telan secara mentah-mentah. Kita mesti menggodoknya secara matang dengan menyesuaikan kembali cara pandang, pengalaman, dan rekam jejaknya di masa lalu. Akan tetapi, hal ini tentu dengan tidak mengesampingkan tugas utama kita sebagai santri untuk terus menuntut ilmu, mengabdi dan mengamalkannya.

Problematika yang cukup rumit dalam demam politik adalah bagaimana sekiranya politik identitas tidak semestinya digunakan untuk membenarkan satu golongan lalu menyalahkan golongan lain. Meski identitas tak dapat dilepas secara tuntas, maka setidaknya tidak diperalat untuk kemudian menimbulkan perpecahan.

Oleh karenanya, mau bagaimanapun kita melewati arus politik ini, mestinya kita tidak terbawa oleh beberapa oknum yang kemudian bersikeras memaksa  kita untuk mengikuti pilihannya. Kita mesti mandiri, untuk kemudian menjalankan Pemilu sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 UU No, 7 2017, LUBER JURDIL. “Pemilu dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil[1]

Dilansir melalui situs web di Indonesia, detik.com. memaparkan makna dari asas-asas pemilu ini adalah: Pertama, langsung yang berarti pemilih memiliki hak untuk menentukan suaranya secara langsung sesuai kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Kedua, umum yang berarti semua warga yang memenuhi persyaratan minimal dalam hal usia (17 tahun) berhak ikut memilih tanpa adanya diskriminasi terkait suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, status sosial maupun kedaerahan. Ketiga, bebas yang berarti rakyat berhak untuk memilih sesuai hati nurani tanpa adanya paksaan, tekanan, atau pengaruh dari pihak manapun. Keempat, rahasia yang berarti suara pemilih bersifat rahasia dan hanya diketahui oleh pemlih itu sendiri dan tidak akan diberitahu oleh pihak manapun, Kelima, jujur yang berarti penyelenggara KPU, pemerintah dan partai politik, pengawas termasuk pemilih dan semua pihak yang terlibat secara tidak langsung harus bersikap jujur sesuai Undang-Undang yang berlaku. Kelima, adil yang berarti setiap pemilih dan partai politik harus mendapatkan perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan.[2]

Terakhir, kita akan berkaca dengan dawuhnya Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam event “Memilih Pemimpin Perspektif Mubadalah” yang diadakan oleh Mubadalah.id, Afkaruna.id dan studiagama.id melaui platform live instagram. “Pemilu adalah sesuatu yang terus ada dalam peta politik kita, maka jadikanlah ini sebagai momentum untuk kita belajar menemukan, mencari data, informasi, sehingga ketika memilih, kita memilih orang yang menurut kita  mampu untuk melakukan kerja-kerja kepemimpinan. Dan jangan gunakan hajat politik ini sebagai media untuk bertengkar, berkonflik, bermusuhan apalagi menggunakan agama. Agama seharusnya justru membuat kita menerapkan nilai-nilai rahmatan lil ‘alamin, akhlaqul karimah, dan kemaslahatan”.Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, Founder Mubadalah id dan Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu.


[1] https://www.mkri.id/public/content/pemilu/UU/UU%20No.7%20Tahun%202017.pdf[1]

[2] https://news.detik.com/pemilu/d-6549619/apa-itu-arti-luber-jurdil-dalam-pemilu-simak-penjelasannya

{{ reviewsTotal }} Review
{{ reviewsTotal }} Reviews
{{ options.labels.newReviewButton }}
{{ userData.canReview.message }}

Bagikan :

Artikel Lainnya

HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL S...
MUSHOHIH PERUMUS MODERATOR K. Ghufroni MasyuhadaK. Maksus Iska...
Pentingnya Suami Memperhatikan K...
Maraknya Angka Kematian Ibu menjadi kabar duka bagi masyarakat...
Muludan Bisa Menjadi Obat dari B...
Beberapa hari kemarin kita memasuki bulan yang sangat mulia, d...
Yang Pertamakali Tahu Tanda-tand...
Saya mendengarkan keterangan ini dari salah satu pengajian Gus...
Bullying itu Menyakitkan, Jangan...
Melihat banyaknya berita tentang bullying akhir-akhir ini, ras...
Peran Mahasiswa KKN Plus 2024 In...
Dalam upaya untuk mempererat ukhwah Islamiyah, Mahasiwa/i Kuli...

Hubungi kami di : +62851-5934-8922

Kirim email ke kamikebonjambu34@gmail.com

Download APP Kebon Jambu Coming Soon