Mengajak atau mengingatkan orang lain untuk menjauhi keburukan dan melakukan kebaikan adalah aksi dakwah yang hukumnya wajib. Dalam QS. At-Taubah ayat 71 dijelaskan bahwa orang mukmin baik laki-laki atau pun perempuan merupakan penolong bagi sesamanya, termasuk di antaranya adalah menolong dengan saling mengingatkan dalam berbuat kebaikan.
Karena hukumnya wajib, berdakwah atau mengingatkan orang lain untuk berbuat baik juga akan mendatangkan pahala sebagaimana diterangkan dalam hadits berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَنْ دَعَى إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنَ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا. وَ مَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ اۤثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ اۤثَامِهِمْ شَيْئًا (رواه مسلم)
Artinya: Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mengajak kepada sebuah petunjuk maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya, pahala yang didapatkannya itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan maka ia memperoleh dosa seperti dosa orang yang mengikutinya, dosa yang didapatkannya itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim).
Sikap atau perbuatan saling mengingatkan ini sebetulnya setiap waktu dilakukan oleh banyak orang, namun tidak semua orang melakukannya dengan cara yang tepat. Misalnya di media sosial. Banyak sekali netizen yang menyampaikan komentar namun dengan kalimat-kalimat yang tidak patut. Alih-alih mengingatkan, membaca komentar-komentar tersebut malah membuat netizen lain beristighfar.
Lantas bagaimana cara mengingatkan atau menasihati orang lain dengan baik menurut pandangan Islam?
Banyak sekali etika berdakwah yang diajarkan oleh Islam, di dalamnya juga termasuk cara mengingatkan atau menasihati orang lain. Tapi menurut penulis, tiga poin ini yang paling penting.
- Meluruskan niat
Saat akan menasihati atau mengingatkan orang lain pastikan niat kita betul-betul bertujuan untuk itu, bukan untuk mencari perhatian atau bahkan ingin dipuji. Tentang niat, Rasulullah SAW menerangkannya dalam salah satu hadits berikut:
إنما الأعمال بالنيات و إنما لكل امرء ما نوى
Artinya: Sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya apa yang diperoleh seseorang (dari perbuatannya) tergantung pada apa yang ia niatkan.
Jika nasihat yang disampaikan diniatkan agar orang yang dinasihati sadar, maka bukan tidak mungkin orang tersebut akan sadar meski mungkin membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
- Tidak menasihati di tengah keramaian
Imam Safi’i dalam kitab Diiwaan al-Syafi’i mengatakan:
تعمدني بنصحك في انفرادي # وجنبني النصيحة في الجماعه
Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri. Janganlah menasihatiku di tengah-tengah keramaian.
فإن النصح بين الناس نوع # من التوبيخ لا أرضى استماعه
Sesungguhnya menasihati di tengah-tengah manusia termasuk sikap merendahkan, dan aku tidak suka mendengarkannya.
وإن خالفتني وعصيت قولي # فلا تجزع إذا لم تعط طاعه
Jika engkau tidak setuju dan menolak saranku, maka jangan marah jika kata-katamu tidak aku turuti.
(Dikutip dari Diiwaan Al-Syafi’i, halaman 56).
Melalui syairnya ini, Imam Syafi’i dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak suka dinasihati di tengah keramaian karena berpotensi aib atau kesalahannya akan didengarkan oleh pihak lain saat orang yang menasehatinya itu berbicara.
Sikap Imam Syafi’i ini agaknya tepat untuk kita jadikan catatan penting. Tidak ada orang yang suka jika aib atau keburukannya dibuka oleh orang lain sekali pun dengan alasan menasihati. Artinya, jika hendak menasihati orang lain, sebaiknya jangan sampai didengar atau terlihat oleh pihak ketiga.
- Menasihati dengan lemah lembut
Dalam sebuah ceramah, Gus Baha pernah berkisah bahwa ada seorang ustad yang datang kepada Khalifah Harun Al-Rasyid lalu berkata, “Wahai Khalifah, aku akan memberikanmu nasihat tapi jangan kamu masukkan ke dalam hati karena aku akan menyampaikannya dengan keras.” Kata Harun Al-Rasyid, “Kamu ustad yang bodoh!”. Lalu si ustad bertanya, “Kenapa saya bodoh?” Harun Al-Rasyid menjawab, “Allah pernah mengutus orang yang lebih baik dari pada kamu, yaitu Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menasihati orang yang lebih buruk dari saya, yaitu Firaun. Tapi Allah memerintahkannya dengan “faquulaa lahuu layyinan”, ucapkanlah nasihat itu dengan lemah lembut.
Kalimat faquulaa lahuu layyinan merupakan perintah Allah kepada Nabi Musa dan Nabi Harun saat hendak berdakwah kepada Firaun. Kalimat tersebut merupakan penggalan dari QS. Thaha ayat 44. Dalam Kitab Tafsir Munir atau Tafsir Marrah Labid dijelaskan tujuan dari perintah menasihati dengan lemah lembut tersebut adalah:
أي قولا له قولا لينا على أن تكونا راجين لان يقبل وعظكما أو يخشى الله فيرجع من الإنكار إلى الإقرار بالحق . فإن لم ينتقل من الإنكار إلى الإقرار لكنه إذا حصل في قلبه الخوف ترك الإنكار وإن لم ينتقل إلى الإقرار . فإن ترك الإنكار خير من الإصرار على الإنكار
Yang artinya, Nabi Musa dan Nabi Harun diperintahkan untuk menyampaikan dakwah atau nasihat dengan lemah lembut kepada Firaun, dengan harapan ia akan menerima nasihat tersebut atau merasa takut kepada Allah SWT, kemudian ia meninggalkan kemungkaran dan mengakui kebenaran Allah SWT. Kalaupun Firaun tidak berubah, jika di dalam hatinya teradapat rasa takut, mudah-mudahan ia akan meningalkan kemungkaran meskipun tidak sampai beralih kepada kebenaran Allah SWT, karena meninggalkan kemungkaran lebih baik dari pada mendekatinya.
Alasan mengapa nasehat harus disampaikan dengan lemah lembut adalah agar sampai ke hati orang lain. Bahkan manusia seperti Firaun pun diharapkan bisa luluh hatinya jika dakwah atau nasehat disampaikan dengan lemah lembut.
Etika menasihati seperti yang telah diuraikan di atas agaknya juga penting untuk kita amalkan saat sedang menggunakan media sosial. Netizen Indonesia terkenal dengan kalimat-kalimat pedasnya ketika memberikan komentar di media sosial. Komentar-komentar itu bahkan seringkali berupa hujatan. Memberikan komentar tentu boleh-boleh saja, terlebih jika komentar itu merupakan kritik yang membangun. Namun cara menyampaikannya tentu harus baik, dengan kata dan kalimat yang baik, dan dengan niat dari hati yang tulus, karena hanya yang dari hati akan sampai ke hati yang lain.