Selepas berlangsungnya acara halaqoh sedekah sampah beberapa hari yang lalu, acara dilanjutkan dengan Workshop Pengelolaan Sampah Pesantren yang berlangsung di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Di hari terakhir pelaksanaan workshop tersebut, pemateri menjelaskan tentang tahapan perencanaan program pengelolaan sampah.
Tahapan awal, kenali sampah. Setiap sampah memiliki jenis, karakteristik, dan jumlah yang berbeda. Mulai dari jenis sampah organik, anorganik, rongsok, dan residu. Setelah mengenali jenisnya, maka kita juga perlu untuk mengerti karakteristik dari sampah. Sampah organik, misalnya.
Sampah organik memiliki jenis yang basah dan kering. Keduanya dapat dijadikan pupuk dan kompos. Selain itu, jenis sampah ini juga dapat dimanfaatkan untuk pakan maggot. Akan tetapi makanan sisa yang cenderung memiliki tekstur keras seperti bonggol sawi dan jagung atau kulit ketela pohon tentu tidak cocok untuk diberikan pada maggot. Opsi dalam pemanfaatannya bisa dengan dihancurkan terlebih dahulu lalu diberikan ke maggot atau dibuang ke lubang dalam tanah dan menguburnya.
Selain mengenali sampah, ternyata kita juga perlu untuk mengenali karakteristik dari pengepul sampah yang bekerja di daerah setempat. Sebab, di beberapa daerah, ada pengepul yang menerima jual beli rongsok dan juga sampah residu. Jika kedua jenis sampah ini diambil oleh pengepul, maka sisa sampah yang harus diangkut oleh DLH akan semakin terminimalisir.
Tahapan kedua, kenali kapasitas. Setiap pesantren pasti memiliki karakteristik dan kapasitas yang berbeda. Begitu pula dengan santrinya. Sebab, ada beberapa pesantren yang memungkinkan untuk melakukan pemilahan sampah, tetapi tidak memiliki cukup tempat untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatannya. Jika keadaannya demikian, semua tahapan tidak harus dikelola sendiri. Kita bisa melakukan kerja sama dengan pihak yang dipandang memiliki kapasitas tersebut. Seperti dalam mengelola sampah kardus, botol yang sulit untuk dikelola sendiri, maka bisa bekerja sama dengan pihak lain seperti dengan menjualnya ke pengepul.
Tahapan ketiga, kenali peluang. Peluang disini adalah dukungan dari pengasuh pesantren dan jajarannya. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun komunikasi yang baik dan mengenali jalur mana yang bisa kita ambil untuk mendapatkan dukungan untuk keberlanjutan pelaksanaan program ini. Hal lain yang juga kita perlukan adalah perencanaan dalam pencapaian target, kebijakan, sarana prasarana, dan manajemensumber daya manusia yang tepat, dimana semua itu harus dikomunikasikan dengan pengasuh pesantren.
Pengelolaan sampah di pesantren sebaiknya dilakukan sejak dari hulu, yakni sejak dari kamar-kamar santri. Mengapa santri perlu untuk melakukan pemilahan sampah sejak dari hulu? Hal ini dilakukan demi mewujudkan pendidikan karakter santri yang bertanggung jawab akan sampah yang dihasilkan dan menumbuhkan kepedulian terhadap kelestarian alam. Pemilahan sampah sejak dari hulu setidaknya akan mengurangi durasi waktu yang diperlukan tim pengelola sampah dalam memilah kembali sampah jika telah sampai di hilir.
Hal yang paling penting untuk dihindari adalah pembakaran sampah. Sebab asap yang dihasilkan dari pembakaran tersebut tidak hanya membahayakan tubuh. Akan tetapi juga dapat menimbulkan dampak karbon dioksida dan karbon monoksida yang berkontribusi sebanyak 5% dalam peningkatan gas rumah kaca dan berujung dengan pemanasan global.
Acara workshop pengelolaan sampah ini ditutup dengan penyampaian pesan dari fasilitator sekaligus pemateri dari Pesantren EMAS, Bapak Aris Kusumo Diantoro, SE, MBA. Dalam penyampaiannya, beliau memaparkan pentingnya mengelola sampah. Sebagaimana kita tahu, bahwa mottoالنَّظَافَةُ مِنَ الْإيْمَانِ sudah seringkali kita dengar. Oleh karena itu, gerakan pengelolaan sampah ini merupakan salah satu gerakan untuk mengimplementasikannya. Hal ini menjadi sangat penting mengingat pesantren menjadi episentrum perubahan yang berpengaruh terhadap masyarakat. Ketika kita mampu mengelola sampah sejak berada di pesantren, maka tidak menutup kemungkinan lambat laun masyarakat akan ikut untuk bekerja sama.
Salah satu output dari kegiatan tersebut adalah agar kita memiliki perspektif yang berbeda dalam memandang persoalan sampah. Sebab sampah bukanlah sekedar sampah. Kita bisa mengelola dan menjadikannya sebagai ladang khidmah agar mendapat ilmu yang manfaat dan barokah.
Selain itu, pengelolaan sampah ini juga merupakan manifestasi dari tanggung jawab kita sebagai “khalifah fi al-ardh”. Oleh karena itu, mari kita jaga dengan baik lingkungan kita bersama agar dapat kita wariskan ke anak cucu kita nantinya.
Mauidzoh hasanah penutupan wokhshop juga disampaikan oleh dewan pengasuh Pondok Kebon Jambu, K. Robit Hasymi Yasin. Beliau menuturkan tentang urgensi untuk menjaga konsistensi dalam melakukan pelatihan terutama pembentukan karakter. Jika ingin memiliki ilmu yang bermanfaat, maka berlatih dengan tekun untuk memanfaatkan ilmu tersebut harus dilakukan hingga menjadi kebiasaan. Beliau menyampaikan bahwa ilmu itu layaknya main gitar. Jika kita bertekad untuk terus berlatih, maka lambat laun kita akan mampu untuk menguasainya. Beliau juga mencontohkan sosok Iwan Fals yang selalu tekun berlatih bermain gitar. Bahkan saat melakukan ibadah haji beliau membawa serta gitar kesayangannya agar tetap bisa berlatih.
Dalam persepsi masyarakat, mereka akan melihat moral sebagai tolak ukur dalam menentukan kebermanfaatan ilmu yang dimiliki seseorang, dan salah satu dari tingkah laku yang baik untuk dibiasakan adalah membuang sampah pada tempatnya. Persoalan ini mungkin persoalan yang tidak mudah, akan tetapi masih bisa untuk diusahakan. Pendidikan karakter ini seharusnya dapat terus dilatih mulai dari sejak dini hingga sampai usia senja. Sebab, sebesar apapun faktor eksternal yang mendukung kita, jika kita tidak pernah mau mencoba untuk terus melatihnya maka kita tidak akan pernah bisa. Cara untuk dapat menumbuhkan karakter yaitu dengan berlatih, berdoa, maupun riyadhoh hingga kapanpun sehingga karakter tersebut dapat benar-benar melekat.