Jum’at lalu tanggal 2 Februari 2024, Pondok Pesantren Kebon Jambu Putri mengadakan acara Laporan hasil belajar bagi santri Tingkat II. Acara tersebut diawali oleh pembukaan, sambutan dari pengasuh, sambutan dari perwakilan wali santri, doa, penutup, lalu dilanjutkan dengan evaluasi belajar para santri bersama walinya masing-masing. Teknis belajarnya tergolong sangat unik karena di situ santriwati diminta untuk menjawab pertannyaan penguji sembari disaksikan oleh orang tua atau walinya masing-masing.
Laporan hasil belajar ini merupakan acara yang baru diadakan pertama kalinya di Pondok Pesantren Jambu Putri. Jika sebelumnya santri putri kerap memiliki stigma lemah dalam hal membaca kitab, maka Ponpes Jambu Putri berusaha untuk mendobrak stigma tersebut. dalam acara tersebut terlihat ada sebagian orang tua yang ingin anaknya diuji oleh penguji, ada juga orang tua ingin menguji pengetahuan anaknya sendiri.
Pertanyaan yang diajukanpun cukup variatif meliputi seputar jenis kalimat, tanda, wazan, jamak dan segala hal yang berkaitan dengan ilmu alat. Kitab yang digunakan dalam laporan belajar ini adalah kitab Al-Miftah lil ‘ulim. Al-Miftah lil ‘ulum sendiri merupakan metode belajar cepat dalam membaca kitab kuning yang berisi rangkuman dari kitab Imrithi, Jurumiyah dan Alfiyah. Metode ini disajikan dengan materi yang terdiri dari empat jilid buku ditambah dengan satu buku yang berisi rigkasan nadzam seukuran buku saku yang mudah dibawa kemana-mana.
Di dalam acara tersebut Ustad Jamaluddin selaku pembimbing pengajian Al-Miftah lil ‘ulum dalam sambutannya mengatakan bahwa “Pendidikan seorang anak bisa berhasil maksimal dengan terpenuhinya tiga aspek yaitu: kemauan anak untuk belajar, para guru yang punya kemauan dan kesabaran dalam membimbing serta dukungan dari orangtua”. Program laporan evaluasi belajar ini merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan keterlibatan dan dukungan orang tua secara emosional pada anak di mana melalui kehadiran orang tua, anak merasa lebih dihargai usahanya. Ketika orang tua meluangkan waktunya untuk hadir, para santri merasa apa yang mereka usahakan mendapatkan apresiasi dari orang tuanya.
Sebenarnya jika kita amati lagi, kegiatan laporan evaluasi belajar Al-Miftah lil ‘ulum ini sama halnya seperti bestel atau sambangan pada umumnya. Namun dalam kegiatan kali ini orang tua dan anak-anak sama-sama dilibatkan dalam kegiatan yang diatur oleh pesantren. Jika biasanya kita melihat para santri ketika dijenguk oleh malah sibuk main handpone dan mengabaikan oranng tuanya, lewat kegiatan ini kita akan melihat model bestel yang berbeda. Mata kita akan jarang melihat anak yang main HP, alih-alih mengabaikan orang tua. Pemandangan yang kita lihat adalah cahaya tulus dan mata yang berkaca-kaca penuh haru yang melukiskan bahasa batin anak dan orang tua.
Setiap orang tua dan anak tentunya menginginkan adanya hubungan emosional yang dekat di seumur hidupnya. Dan hal tersebut tidak dapat terjadi begitu saja. Kedekatan perlu dibangun dengan banyaknya keterlibatan antara orang tua dan anak di dalamnya. Lantas bagaimana cara membangun kedekatan emosional antara orangtua dan anak di pesantren sedangkan waktu untuk bertemu sangat terbatas? Bagaimana rasa sayang itu tetap ada walaupun ada jarak, ruang, dan waktu yang memisahkan?
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun kedekatan dengan anaknya yang berada di pesantren diantaranya dengan meluangkan waktu untuk berkomunikasi secara mendalam bersama anak ketika bestel. Berbicara dari hati ke hati dapat membantu membentuk ikatan emosional pada setiap anak. Di sini orang tua juga dapat mempelajari dan memahami arah pikiran dan keinginan anak tanpa memaksakan pendapatnya. Di sisi lain anak pun akan belajar memahami arahan orang tua dari sudut pandangnya.
Kemudian, kedekatan dapat dibangun juga dengan memberikan pemahaman pada anak tentang pentingnya meluangkan waktu untuk keluarga ketika bestel, dengan tidak mebiarkan anak sibuk sendiri dengan HP secara berlebihan. Dalam hal ini orang tua perlu memahami bahwa anak adalah individu atau pribadi dengan pikiran, prioritas dan aktivitasnya sendiri. Namun di sisi lain orang tua juga perlu memberikan pengertian bahwa keluarga adalah tempat ternyaman untuk anak menjadi dirinya sendiri dan tumbuh menjadi versi terbaiknya tanpa perlu dihakimi.