PROFIL PONDOK
Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon didirikan sekitar tahun 1705 M / 1125 H oleh seorang ulama pejuang bernama KH. Hasanuddin Bin Kyai Abdul- Latif dari Pamijahan Plumbon Cirebon yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Jatira.
Pada masa awal perkembangan pesantren, tidak semata-mata langsung mendapatkan santri yang banyak, tapi bertahap. Dengan penuh kesabaran dan keuletan dalam membina santri, tidak terasa mulai banyak yang berduyun-duyun datang setiap tahun dari beberapa daerah untuk menimba ilmu di pesantren. Hal ini juga yang dialami Pondok Kebon Jambu Al-Islamy sebagai bagian dari Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.
Pondok Kebon Jambu didirikan tahun 1993 oleh K.H. Muhammad yang merupakan murid dari KH. Muhammad Sanusi dengan sistem pondok salaf yang menekankan pada pembelajaran kitab kuning. Pondok yang terletak di salah satu desa di wilayah Cirebon dengan sebutan masyhurnya “kota wali”, menjadi salah satu sumber yang terus bergerak mensyiarkan ajaran-ajaran dari para pendahulunya kepada masyarakat awam di lingkungannya.
Pondok Kebon Jambu Al-Islamy (PKJ) adalah salah satu pondok pesantren yang masih mempertahankan kebiasaan ulama terdahulu dan ini disinyalir memiliki keunikan tersendiri. Dengan pedoman 2 Perintah 9 Larangan, Pondok Kebon Jambu berupaya mencetak generasi emas yang siap berjuang demi agama, bangsa dan Negara Indonesia. Selain mengajarkan ilmu alat, Pondok ini juga tetap memprioritaskan penanaman akhlak dalam diri para santri. Kitab adab yang paling awal diajarkan kepada para santri baru, menunjukkan bahwa Pondok Kebon Jambu berusaha mendidik para santri agar pandai memposisikan diri ketika berhadapan dengan Pemimpinnya, gurunya, orang yang lebih tua darinya, teman sebayanya sampai dengan orang yang lebih muda darinya.
Sebagai salah satu pondok jenis salaf, tidak menjadikan Pondok Kebon Jambu fanatik untuk menolak segala sesuatu yang mutakhir (baru). Tetapi, justru Para Pengasuh mengajarkan agar para santrinya mempunyai pemikiran yang moderat, terbuka dengan sesuatu yang berbeda dari diri dan lingkungannya. Hal ini, menjadi daya tarik tersendiri bagi para masyarakat umum bahkan hingga aktivis lintas agama yang merasa penasaran dengan sikap keterbukaan dari Para Masyayikh Pondok Kebon Jambu. Pada prinsipnya, selama tidak menyinggung dan merusak aqidah akan selalu dihormati dan diterima sebaik mungkin.
Roda kepengurusan Pondok Kebon Jambu yang bersifat dinamis, selalu mengalami perubahan dari masa ke masa yang mengarah pada perbaikan kualitas pembelajaran
Pesantren. Baik putra maupun putri, pada perkembangannya selalu berinovasi memperbaiki celah-celah yang dianggap masih menyimpan banyak kekurangan, seperti administrasi kantor, kebutuhan sarana dan prasarana, penataan lingkungan dan lain-lain. Hingga sekarang Pondok yang terdiri dari tiga komplek putra dan dua komplek putri terlihat lebih rapi dari tahun-tahun sebelumnya.
Seiring berjalannya waktu, jumlah santri pun terus mengalami peningkatan baik putra maupun putri. Perkembangan secara kwantitas ini tentu mempengaruhi jumlah kamar yang diperlukan dan akan berimbas pada penambahan bangunan dari tahun ke tahun. Hasil rekapan terbaru jumlah santri hampir mencapai 2000 (putra dan putri) dengan 33 kamar putra dan 17 kamar putri menjadikan Pondok Kebon Jambu menjelma menjadi salah satu Pondok besar yang disorot oleh masyarakat luas khususnya di sekitar wilayah Cirebon