Salah satu hal yang menjadi keistimewaan manusia dan membedakannya dengan makhluk lain ialah ilmu. Allah memberikan anugerah kepada manusia berupa akal, sehingga menempatkannya pada derajat yang lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk lain. Itulah sebabnya, manusia ditunjuk oleh Allah Swt. untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi ini. Dengan modal akal dan pikiran yang Allah berikan, manusia dituntut untuk mencari ilmu dan pengetahuan sebanyak-banyaknya dari sejak lahir sampai akhir hayatnya. Karena ada sebuah ungkapan, ilmu yang manusia miliki tak ubahnya satu tetes air di hamparan samudera yang luas. Artinya, ilmu yang tersaji di alam semesta ini begitu luas, sehingga manusia tidak diperkenankan untuk berpuas diri setelah mempelajari satu kajian keilmuan.
Mencari ilmu menjadi hal yang mutlak bagi setiap manusia, baik muslim laki-laki maupun muslim perempuan. Kewajiban yang Islam terapkan bagi penganutnya bukan tanpa alasan, sebab orang yang berilmu akan mendapatkan banyak keuntungan dari ilmu yang dipelajarinya. Seperti yang termaktub dalam Kitab Ta’lim Muta’alim, terdapat suatu syi’ir karangan Syekh Muhammad Ibnu Al-Hasan bin Abdullah yang maknanya berbunyi: “Sesungguhnya ilmu akan menjadi perhiasan bagi pemiliknya, dan keutamaan serta tanda bagi semua hal yang terpuji”. Cuplikan syi’ir tersebut menunjukkan betapa mulianya orang yang berilmu karena mendapat kemanfaatan dari ilmu yang dimilikinya. Selain itu, Sahabat Ali juga pernah menyampaikan betapa orang yang berilmu lebih utama dibandingkan orang yang memiliki harta. Beliau menerangkan kelebihan ilmu dibandingkan harta, seperti: 1) Orang yang berilmu akan dijaga oleh ilmunya, sedangkan harta akan menuntut penjagaan pada pemiliknya; 2) Ilmu yang diamalkan akan bertambah, sedangkan harta yang dibelanjakan akan berkurang; 3) Orang yang berilmu memiliki banyak teman, sedangkan orang yang berharta memiliki banyak musuh.
Meski keutamaan orang yang berilmu itu sangat banyak, tidak sedikit cobaan dan rintangan yang mereka hadapi. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Ali Abu Al-Hasan Asyadzili di Kitab Nurul Abshor:
لا يكمل عالم فى مقام العلم حتى يبتل بأربع
“Orang Alim tidak akan sampai pada puncak keilmuan, sebelum diuji oleh ALLAH SWT dengan empat hal:
- شماتةالأعداء (Dicaci atau ditertawakan orang yang memusuhi)
- ملائمةالأصدقاء (Dicaci kerabat saudara)
- طأن الجهال (Dicaci orang bodoh)
- حسد العلماء (Dijadikan bahan pembicaraan sesama orang alim)
Namun,
فإن صبر على ذلك صار إمام مقتدت به
“Ketika sabar menghadapi empat hal tersebut, akan menjadi imam (panutan) yang diikuti orang banyak”.
Apa yang disampaikan Syekh Ali Abu Al-Hasan Asyadzili menunjukkan beratnya cobaan orang yang berilmu. Serangan yang dihadapi dari berbagai sisi akan menguji ketangguhan orang alim tersebut. Jika sampai runtuh oleh cacian orang lain, baik itu kerabat, saudara, bahkan oleh orang alim sekalipun, akan mengantarkannya pada jurang kehancuran. Tantangan tersebut tidak dapat dihindari oleh mereka yang berilmu dan hendak mengamalkannya.
Menghindar dari cacian orang lain tentu bukan solusi yang tepat, apalagi orang yang berilmu memiliki kewajiban untuk mengamalkannya. Menyembunyikan ilmu yang dimiliki sangat berbahaya, sebab ilmu ialah cahaya dan petunjuk. Jika ilmu disembunyikan, maka manusia berada dalam kegelapan. Selain itu, ada ungkapan, ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon tak berbuah. Oleh karena itu, orang alim perlu bersabar menghadapi cobaan yang datang padanya agar mencapai puncak keilmuan dan menjadi panutan bagi orang lain. Sebagaimana Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
المؤمن الذى يخالد الناس ويصبر على أذاهم خير من المؤمن الذى لايخالد الناس ولا يصبر على أذاهم
Artinya: “Orang mu’min yang mau bergaul/bermasyarakat dan mampu bersabar menghadapi cercaan orang banyak itu lebih baik dari orang mu’min yang tidak mau bergaul/bermasyarakat dan tidak mampu bersabar menghadapi cercaan orang banyak”
Sebagai seorang santri, kita berada pada jalur yang tepat karena sedang berusaha mencari ilmu di pesantren. Selain kerja keras mempelajari setiap ilmu yang tersaji di pesantren, kita juga perlu mempersiapkan diri dengan memahami tantangan yang akan dihadapi kelak saat sudah bermasyarakat dan memiliki tuntutan untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki. Jangan sampai kita mundur dan menghindar dari cacian atau hinaan yang datang pada kita.
Semoga_Bisa