Kehidupan dengan segala dinamikanya selalu membuat setiap orang deg-degan. Terlebih dengan segala kejutan yang seringkali di luar ekspektasi membuatnya semakin menantang. Dalam itu, biasanya akan terjadi pergolakan antara hati dan pikiran di dalam diri seseorang.
Sayangnya, pergolakan batin itu seringkali berakhir pada prasangka-prasangka buruk kepada Allah SWT “Ya Allah kenapa begini? Ya Allah apa salahku, padahal aku selalu berdo’a kenapa belum Engkau kabulkan juga” . Bukankah hal itu juga yang masih sering terjadi pada diri kita?.
Allah SWT dalam sebuah hadis qudsi mengatakan bahwa Dia (Allah) itu sesuai dengan apa yang dipikirkan oleh hamba-Nya.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ جَعْفَرِ بْنِ بُرْقَانَ عَنْ يَزِيدَ بْنِ الْأَصَمِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا دَعَانِي
Artinya : “Sesungguhnya Allah berkata : Aku sesuai prasangka hambaku padaku. Jika prasangka itu baik, maka kebaikan baginya. Dan apabila prasangka itu buruk, maka keburukan baginya.” (HR. Muslim no. 4849)
Karena itu, jika kita ingin mempertanyakan hal seperti hal di atas, maka seharusnya kita tanyakan terlebih dahulu pada diri kita. Mungkin selama ini kita hanya merasa sudah baik, bukan sudah menjadi baik.
Dalam ini yang perlu kita tekankan adalah mengajarkan diri kita untuk senantiasa memiliki sifat husnudzon (berprasangka baik) atas apa yang telah terjadi. Baik itu hal yang kita sukai, ataupun sebaliknya. Cara yang utama yang harus kita lakukan adalah dengan mensyukuri apapun yang telah Allah berikan.
Dengan kita terus bersyukur, sebenarnya kita sedang membangun sifat husnudzon kepada Allah SWT di dalam diri kita. Karena dengan bersemayamnya rasa husnudzon tersebut akan membuat kita memiliki pandangan yang positif, sehingga akhirnya kita selalu berpikir positif dan hidup dengan positif.
Nyai Hj. Awanilah Amva mengatakan bahwasanya “Husnudzon merupakan Riyadhoh yang paling berat”. Oleh Karena itu, dalam keadaan apapun dan dalam kondisi bagaimanapun kita harus selalu memiliki prasangka baik. Seseorang yang sedang berusaha memupuk itu di dalam hatinya, maka hatinya akan terus menerus dihajar, akan terus-menerus dibenturkan dengan keadaan yang tidak biasa. Tetapi kita juga harus ingat, bahwa Allah itu tidak akan menguji seorang hamba di luar batas kemampuannya.
Di sanalah kita harus bisa bertahan, karena itulah Medan perang sesungguhnya yaitu melawan gejolak batin di dalam diri sendiri. Karena dalam ranah itu, hanya diri kita yang tahu dan hanya diri kita yang dapat mengendalikannya. Sebelum itu, dari awal kita harus mempunyai niat yang kuat, agar jika sewaktu-waktu kita hilang kendali kita bisa kembali lagi.
Saat kita mulai mengingat-ingat penderitaan kita, sebenarnya setan tengah membuat siasat agar kita masuk kembali ke dalam perangkapnya, yaitu membuat kita untuk bersu’udzon (berprasangka buruk) kepada Allah SWT. Tetapi jika di kemudian hari kita melenceng jangan juga menyalahkan setan, karena mereka memang ditugaskan seperti itu.
Seharusnya kita kembali kepada diri kita sendiri, mengintrospeksi apa yang sudah kita lakukan selama ini. Dengan begitu, kita akan tahu di mana celah kita saat lengah, agar di kemudian hari kita lebih wanti-wanti dalam bersikap dan mengambil keputusan. Karena pada dasarnya, apa yang telah menimpa diri kita adalah buah atau konsekuensi atas keputusan yang sudah kita ambil.
Setiap peristiwa adalah momentum kita dalam rangka mengenal Tuhan. Mulai dari bagaimana menyikapi peristiwa tersebut, kemudian bagaimana keadaan hati dan jiwa kita setelah mengalami peristiwa itu. Jika kita mampu mengendalikan segala reaksi dari sebuah peristiwa, maka kita satu langkah berjalan mengenal Tuhan. Tapi jika kita terbawa suasana dan meratapi sampai hilang kendali, artinya kita belum melangkah mengenali Tuhan.
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّه
Artinya : “Barangsiapa yang mengenali dirinya, maka sesungguhnya dia telah mengenal Tuhannya.”
Oleh karena itu, bagaimana kita memperlakukan diri kita dan bagaimana kita memperlakukan orang lain, pada dasarnya adalah implementasi kita dalam rangka mengenal Tuhan. Dalam hal ini, memberi penjelasan tentang pentingnya memiliki sifat husnudzon atas segala sesuatu yang telah terjadi pada diri kita.
Setiap peristiwa adalah pelajaran yang harus dipelajari, maka buka mata, buka hati, buka pikiran. Jangan lagi memenjarakan dirimu dalam penderitaan.
Nyai Hj. Awanilah Amva juga menyampaikan Pesan Ang Asror kepadanya saat mengalami kondisi yang tidak enak, “Stop ngomong tidak enak, sekalipun kamu dalam kondisi tidak enak pada keluarga kamu. Diam saja, karena yang harus kamu tampakkan adalah kebahagiaan”.
Dari situ kita juga bisa ikut menerapkannya di kehidupan kita sehari-hari. Cukup menjadi bahagia di depan orang lain, karena pasti setiap orang mempunyai masalah. Karena itu, janganlah menambahkan masalah.
Ceritakan segala keluh kesahmu pada Tuhan, namun setelah itu kembalilah dengan penuh senyuman. Sapalah sekelilingmu dengan penuh kebahagiaan dan keberanian. Semangat !!
Tulisan ini merupakan serapan dari pengajian rutin alumni putri Pondok Kebon Jambu Al-Islamy bersama Yayu Nyai Hj. Awanilah Amva pada melalui google meet pada Senin, 15 Januari 2024.