Siti Maryam adalah putri dari pasangan Imron dan Hannah. Istri dari Imron merupakan ipar dari Nabi Zakaria. Imam Ja’far Shodiq berpendapat bahwa Imron adalah seorang Nabi. Berawal dari nadzar ibunya yang menginginkan ketika ia punya anak, kelak ia serahkan sepenuhnya untuk berkhidmat dan hanya untuk ibadah kepada Allah SWT.
Nadzar orang tua Maryam pun diterima oleh Allah. Namun sayangnya ketika Maryam lahir, ayahnya tidak bisa menemani sampai dewasa. Hingga akhirnya dibutuhkanlah seseorang yang akan mengurus Maryam kecil. Seseorang tersebut dipilih melalui undian, ternyata yang keluar dari undian adalah Nabi Zakariya. Diasuhlah Maryam oleh Nabi Zakaria. Sesuai nadzar dari ibunya, Maryam pun ditempatkan di bilik tempat ibadah yang bertujuan agar dia bisa berkhidmat dan beribadah di tempat ibadah itu.
Di balik bilik itu ada suatu keanehan, yaitu setiap Nabi Zakaria menjenguk Maryam, ia selalu mendapati buah buahan yang masih segar. Takjubnya, buah-buah tersebut tidak sesuai dengan musimnya. Nabi Zakaria pun heran dengan kejadian tersebut, lalu di suatu kesempatan beliau pun bertanya, “Wahai Maryam, ini buah buahan dari mana?”. Maryam pun menjawab “Ini semua dari Allah”. Dialah Allah yang memberi rezeki pada siapapun yang Ia kehendaki.
Setelah sekian lama, akhirnya Allah pun memberi khabar kepada Maryam lewat Malaikat Jibril yang datang menyerupai manusia. Ketika Jibril menghampiri Maryam ia pun terkejut, lantas Jibril pun menenangkannya dengan berkata “Aku adalah utusan Tuhanmu, dan aku disuruh agar menghibahkan seorang anak kepadamu”. Maryam pun heran “Bagaimana bisa aku punya anak, sedang tidak ada seorangpun yang pernah menyentuhku?”. Dalam arti ia tidak pernah melakukan hubungan biologis baik dengan nikah apa lagi zina. Lantas Jibril pun menyampaikan pesan dari Allah bahwa anak yang akan dikandung Maryam adalah sebuah dilalah atau tanda dari Kekuasaan Allah dan sebagai rahmat bagi mereka yang beriman. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Jibril menarik lengan baju Maryam, setelah itu ia tiup ke dalam lengan baju tersebut dan bim salabim Maryam pun seketika langsung hamil.
Ketika ia hamil, Maryam langsung pergi ke suatu tempat yang jauh dari orang orang, sampai akhirnya ia melahirkan persis di bawah pohon kurma. Namun ada riwayat dari Imam Ibnu Abbas bahwa ia hamil dan melahirkan seketika, dan perjalanan tersebut Maryam lakukan setelah melahirkan. Pada saat di bawah pohon kurma ia pun merintih karena lelah dan sudah tidak kuat lagi, bahkan ia merasa putus asa, berandai-andai agar lebih baik ia mati saja. Dalam kondisi demikian, Imam At-Thobari mengisahkan bahwa Isa yang baru lahir itu berkata “Bu, jangan sedih”. Maryam pun menjawab “Bagaimana aku tidak sedih sedang kamu bersamaku? Kamu lahir tanpa seorang ayah dan kita tidak punya alasan apa apa, lantas alasan apa yang aku sampaikan kepada orang orang?”. Isa AS pun menjawab “Cukup aku yang akan bicara”. Dalam posisi kelaparan dan ia tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan Allah pun berfirman “Jangan sedih, coba kamu goyangkan pohon kurma itu lalu makan dan minumlah, dan berbahagialah atas anakmu itu yang akan Kujadikan ia sebagai seorang Nabi”. Lantas Maryam pun menggoyangkan pohon kurma itu, seketika pohon kurma yang tadinya kering tak berbuah menjadi segar dan berbuah.
Mengenai kisah Maryam ini kita bisa ambil pelajaran perihal rezeki. Ketika Maryam tinggal di bilik tempat ibadah itu, ia selalu diberi buah buahan langsung dari Allah tanpa usaha, tapi ketika ia keluar dari bilik itu ia merasa kesusahan, rezekinya tidak seperti ketika ia di bilik, yang selalu ada tanpa usaha, melainkan ia disuruh oleh Allah agar menggoyangkan pohon kurma tersebut. Kisah ini persis seperti kita, yang dimana sedari kecil, tanpa usaha, rezeki kita selalu dipenuhi oleh Allah melalui orang tua kita, tapi ketika dewasa, kita mulai disuruh berusaha untuk mendapatkan rezeki tersebut. Dari situ kita harus sadar, bahwa tidak selamanya kita diberi secara cuma cuma, karena ada saatnya kita juga harus berusaha.
Dalam Tafsir Qurtubi di ceritakan bahwa berita kehamilan Maryam itu sudah ramai dibicarakan oleh Bani Israil, mereka pun berbondong-bondong untuk berkumpul dan menunggu kedatangan Maryam. Ketika Maryam datang mereka pun langsung mengintimidasi dan mencaci maryam, bahkan mereka sampai ingin mengeroyok Maryam karena kehamilan misterius tersebut. Ada yang menceritakan ketika itu ada seseorang yang berkata “Aku tidak pernah melihat Maryam kecuali ia telah berzina”. Seketika itu atas kehendak Allah orang tersebut langsung bisu tak bisa berbicara, situasi pun tidak kondusif, sumpah serapah, kata kata tak layak pun keluar dari mulut Bani Israil. Sampai pada akhirnya Maryam memberikan isyarat kepada Isa yang masih dalam gendongannya, sementara orang orang langsung mencaci Maryam “Aneh sekali kamu Maryam, bagaimana bisa dia berbicara?”. Maryam pun hanya diam, sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah agar ia tetap diam ketika orang orang mengatainya. Kemudian Nabi Isa yang masih bayi pun atas seizin Allah ia bisa berkata, dan membantah semua apa yang ada di pikiran Bani Israil.
Dari kisah Siti Maryam kita jadi tahu, bagaimana arti dari perjuangan dan pengorbanan seorang ibu untuk anaknya. Ia rela berjalan jauh, rela dicaci, diintimidasi, difitnah, dicap buruk dan ia rela menanggung semua cobaan yang ada demi anak yang Allah titipkan kepadanya.
Bagaimana seorang ibu itu tidak mulia? Ia rela mengandung 9 bulan dengan segala kesakitan dan ketidaknyamanannya. Bahkan rasa sakit seorang ibu itu disifati dalam Al Qur’an dengan bahasa كُرْهًا atau وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ yang berarti rasa sakit itu tiap hari terus bertambah, dari mulai tidur yang tidak nyenyak, makan tidak selera, pikiran yang tidak karuan, badan yang lelah, semua ditanggung oleh ibu demi anaknya. Setelah melewati masa itu kemudian ia melahirkan, ia rela mempertaruhkan nyawanya demi buah hati yang telah ia kandung selama 9 bulan. Setelah itu ia menyusui, mendidik buah hati, membimbingnya bahkan sampai buah hati sempurna badan dan akalnya. Oleh karna itu, Allah mewasiatkan kepada kita agar terus bersyukur dan berterima kasih kepada orang tua wabil khusus seorang ibu yang telah mempertaruhkan nyawanya demi anaknya. Maka tidak aneh ketika Nabi ditanya siapa yang lebih didahulukan dari kedua orang tua Nabi pun menjawab, Ibu Ibu dan Ibu, baru ayah. Ini sungguh menunjukan bahwa hak ibu terhadap anaknya sungguh sangat mulia.
Kewajiban kita sebagai anak untuk selalu patuh dan berbakti kepada kedua orang tua kita sudah tidak diragukan lagi, bahkan perintah ini langsung dari Allah. Maka dari itu sudah sepatutnya kita juga dilarang untuk menyakiti orang tua kita wabil khusus seorang ibu, baik dari segi ucapan maupun tindakan. Sesuai firman Allah فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ yang artinya kita tidak boleh berkata kepada kedua orang kita “Ah” atau apapun itu yang sekiranya bisa menyakiti hati mereka wabil khusus seorang ibu.
Di samping cerita heroik seorang ibu kita juga tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaannya yakni ibu adalah seorang perempuan. Lalu ada apa dengan perempuan?. Sudah tidak asing lagi bagi kita mengenai pengalaman biologis perempuan yang penuh dengan rasa sakit. Dari cerita di atas, sebagian rasa sakit itu sudah kita ketahui, tapi itu tidak cukup. Masih ada yang perempuan alami selain mengandung, melahirkan dan menyusui. Rasa sakit yang dialami perempuan ini beragam dari mulai harian, mingguan, bulanan bahkan sampai tahunan. Salah satu rasa sakit itu adalah menstruasi, haid atau datang bulan. Yang rasa sakitnya sampai diabadikan oleh Al Qur’an. Ketika orang orang bertanya mengenai perempuan yang sedang haid, Allah suruh Nabi menjawab قُلْ هُوَ أَذًى bahwa haid itu merupakan rasa sakit, dan ini bisa dialami perempuan dalam jangka harian maupun mingguan. Selain haid juga ada yang namanya istihadhoh yakni darah penyakit yang keluar selain di waktu haid dan nifas. Setelah itu ada yang namanya nifas yakni darah yang keluar setelah melahirkan dan itu jangkanya berbulan-bulan, ada yang mengatakan 40 hari ada juga yang 60 hari, dan itu sangat melelahkan bagi perempuan.
Ketika kita paham dan mengerti akan pengalaman biologis dan pengorbanan seorang perempuan untuk kita, lantas atas dasar apa kita intimidasi, diskriminasi, dan marjinalisasikan mereka?. Bukankah mereka adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kita? Bukankah kita dilahirkan dari rahim seorang perempuan? Bukankah hidup kita menjadi berwarna juga karena perempuan?. Sungguh tidak ada alasan bagi kita untuk selalu menghargai dan menghormati perempuan.