Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa tanggal 29 Juni yang jatuh tepat pada hari ini diperingati sebagai Hari Kelurga Nasional. Adalah Prof. Dr. Haryono Suyono sosok penggagas Hari Keluarga Nasional yang pertamakali ditetapkan pada tahun 1993 di masa kepemimpinan Preseiden Soeharto, dimana saat itu Prof. Haryono menjabat sebagai ketua BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional). 29 Juni 2024 merupakan peringatan Hari Keluarga Nasional ke-31. Tahun ini BKKBN mengangkat tema ‘Keluarga Berkualitas Menuju Indonesia Emas’ sebagai komitmen pemerintah dalam membangun sumber daya manusia melalui keluarga yang berkualitas.
Terdapat 3 pokok pikiran yang digagas oleh Prof. Haryono dan menjadi dasar peringatan Hari Keluarga Nasional, yaitu, 1) Mewarisi semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa, 2) tetap menghargai dan perlunya keluarga bagi kesejahteraan bangsa, dan 3) membangun keluarga yang bekerja keras dan mampu berbenah diri menuju keluarga sejahtera. BKKBN pun menerapkan tahapan dan kriteria khusus agar sebuah keluarga dapat disebut sebagai keluarga sejahtera.
Keluarga sejahtera versi BKKBN erat kaitannya dengan keluarga sakinah dalam istilah Islam. Secara bahasa, keluarga sakinah dapat diartikan sebagai keluarga yang damai atau tentram. Arti ini salah satunya berdasarkan pada QS. Ar-Rūm [30]:21:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Berdasarkan ayat di atas pula kata sakinah sering dirangkai dengan kata mawaddah dan rahmah sehingga menjadi rangkaian kalimat ‘sakinah mawaddah wa rahmah’. Kalimat ini sering diucapkan sebagai bentuk doa dan harapan kepada pasangan yang baru menikah.
Mawaddah sendiri artinya adalah cinta, sedangkan rahmah artinya kasih sayang. Artinya, keluarga sakinah adalah keluarga yang didasari oleh rasa cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang ini harus dimiliki oleh setiap anggota keluarga dan diaktualisasikan dengan cara kesalingan; saling mencintai, saling mengasihi, dan saling menyayangi.
Dr. Faqihudin Abdul Kodir menyebutkan bahwa terdapat 5 pilar dalam membangun keluarga sakinah.
Pertama, komitmen untuk menjaga ikatan pernikahan yang diwujudkan melalui akad nikah. Akad nikah disebut sebagai mitsaqan ghalizhan atau perjanjian yang kokoh. Penjanjian ini adalah amanah dari Allah yang harus dijaga oleh suami-istri. Akad nikah merupakan perjanjian, kesepakatan, dan komitmen untuk menjalani kehidupan rumah tangga.
Kedua, relasi pernikahan harus dianggap sebagai relasi berpasangan dan kesalingan karena dalam Al-Qur’an relasi pernikahan disebut sebagai ‘zawj’ yang artinya pasangan. Relasi berpasangan memposisikan suami dan istri sebagai subjek yang sejajar dan setara sehingga tidak ada yang lebih unggul atau pun lebih rendah. Relasi berpasangan juga akan meniscayakan adanya prinsip kesalingan termasuk dalam hal saling melengkapi satu sama lain.
Ketiga, relasi pernikahan harus dilandaskan kepada prinsip mu’asyarah bil ma’ruf atau saling memperlakukan dengan baik. Mu’asyarah bil ma’ruf merupakan etika yang paling dasar dalam relasi suami-istri. Dengan saling memperlakukan dengan baik, maka harapan-harapan yang baik dalam relasi suami-istri akan dapat terwujud.
Keempat, relasi pernikahan harus didasarkan pada prinsip musyawarah. Artinya segala keputusan dalam kehidupan rumah tangga harus merupakan hasil musyawarah anggota keluarga, baik antara suami dan istri atau pun antara orang tua dan anak. Musyawarah memberikan hak kepada siapapun untuk berpendapat sehingga sebuah keputusan tidak diambil secara otoriter atau pemaksaan kehendak. Musyawarah juga merupakan bentuk penghargaan terhadap ide, gagasan, atau pendapat dari setiap anggota keluarga, khususnya suami dan istri.
Kelima, relasi pernikahan harus dibangun di atas prinsip taradhin min-huma, atau kerelaan dari dua belah pihak suami dan istri. Adanya sikap saling rela dan menerima akan menimbulkan rasa nyaman di antara suami dan istri. Rasa nyaman inilah yang akan menghantarkan kehidupan rumah tangga agar menjadi rumah tangga yang sakinah.
Sebagai kelompok masyarakat paling kecil, keluarga yang sakinah menjadi modal dalam mewujudkan keluarga sejahtera dan berkualitas. Keluarga seperti inilah yang menjadi kekuatan besar dalam membangun sumber daya manusia.