Pada tanggal 20 Agustus 2023, tepatnya pada acara Wisuda Sarjana (Marhalah Ula) Ke-3 Ma`had Aly Kebon Jambu, Ibu Nyai Hj. Dr. Nur Rofi’ah, Bil Uzm menghadiri sebagai pengisi orasi ilmiah acara tersebut. Dalam orasi ilmiahnya, beliau mengatakan bahwa berdirinya Ma’had Aly Kebon Jambu merupakan salah satu rekomendasi dari Kongres Ulama Perempuan yang dilaksanakan di Pondok Kebon Jambu Al-Islamy. Oleh karenanya, dalam pertemuan tersebut beliau akan membawakan pembahasan terkait refleksi hal-hal yang diperjuangkan oleh ulama perempuan Indonesia.
Berislam dengan mengikuti cita-citanya, mewujudkan kehidupan yang menjadi anugerah bagi semesta dan kita dituntun oleh islam agar menjadi bagian dari anugerah tersebut melalui penyempurnaan akhlak yang mulia (makarim al-akhlaq). Sebab, melakukan tindakan dzalim atau tidak manuasiawi terhadap kaum yang lemah (dhua`fa), maupun yang rentan dilemahkan (mustadh’afin) seringkali terjadi bahkan dianggap normal. Oleh karenanya, ada pesan pula untuk berakhlak mulia terhadap kaum yang lemah. Kelompok yang lemah dan rentan tersebut adalah orang miskin, orang sakit, anak kecil, lansia, orang yang gangguan jiwa dan sebagainya. Oleh karena itu, praktik dari berislam dengan mengikuti cita-citanya adalah dengan memberikan perhatian khusus terhadap kaum dhua’fa maupun mustadh’afin.
kunjungi juga : GARA-GARA APEL MALANG
Peran Santri Dalam Memaknai Kemerdekaan NKRI
Dalam beberapa abad silam, perempuan masih dianggap benda, harta bagi laki-laki, harta yang digadaikan, diwariskan, dihadiahkan hingga dikubur hidup-hidup. Sebab dianggap harta, maka bertindak laku tidak manusiawi kepadanya dianggap sah-sah saja. Oleh karenanya, datangnya islam memberikan perhatian khusus terhadap perempuan. Salah satu kesadaran yang didorong oleh Kongres Ulama Perempuan Indonesia dan mengacu pada ajaran islam yakni setara dan adil dalam memperlakukan siapapun secara manusiawi termasuk kepada perempuan. Ada dua cara pandangan agar melihat terhadap kaum lemah sebagai manusia yaitu dengan memandang laki-laki maupun perempuan adalah manusia utuh. Laki-laki dan perempuan bukan hanya makhuk fisik. Islam memilki cara pandang dengan melihat manusia yang mempunyai identitas sebagai makhluk berakal atau intelektual dan makhluk spiritual sebab berhati nurani. Semua aktivitas umat islam mesti dimbangi dengan akal dan budi sehingga memberikan dampak yang maslahat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Ada 3 perspektif yang perlu dijadikan pegangan diantaranya ma`ruf, mubadalah, dan keadilan hakiki perempuan. Ma’ruf yaitu dengan menyadari akan pentingnya mempertimbangkan dua aspek, ajaran islam dan konteks yang terjadi dalam situasi tersebut. Salah satu hukum yang penting dipertimbangkan juga yaitu konstitusi negara (Undang-Undang) dalam merumuskan hukum yang memaslahatkan. Kedua, mubadalah. Setiap kemaslahatan yang diperintahkan berlaku bagi laki-laki maupun perempuan. Begitu pula dengan kemadharatan yang dilarang juga berlaku bagi laki-laki maupun perempuan.
Ketiga, keadilan hakiki perempuan. Sekiranya kemaslahtan juga dapat dinikmati oleh perempuan yang memiliki beberapa kondisi berbeda dengan laki-laki, yaitu sistem reproduksinya. Perempuan yang tengah menjalani menstruasi akan mengalami sakit yang dalam ayat qur`annya disebut dengan lafadz “adza”, menyakitkan. Oleh karenanya suami tidak diperkenankan untuk menggauli istrinya yang sedang menstruasi sebagai bentuk pengertiannya untuk beristirahat sebab tengah mengalami sakit. Sekalipun menstruasi hanya dialami oleh perempuan, tapi tanggung jawab untuk menghadapi pengalaman reproduksi tersebut menjadi tanggung jawab bagi laki-laki pula. Hamil, melahirkan, nifas hingga menyusui dalam qur`an dikatakan sebagai pengalaman yang “kurhan” dan “wahnan ‘ala wahnin” (bersusah payah). Wasiat dari Allah tersebut ditujukan agar mengubah cara pandang sebagian kalangan yang mengalibikan ayat untuk menistakan perempuan. Ayat tersebut memerintahkan manusia agar bersyukur kepada Allah dan berterimakasih kepada orang tua termasuk perempuan sebagai ibu kehidupan.
Islam yang rahmatan lil ‘alamin, kemaslahatan sekaligus penyempurnaan akhlak tentunya tidak akan membawa pengalaman perempuan tersebut menjadi semakin sakit. Beliau berpesan agar menjadi muslim dan muslimah yang mempertimbangkan kembali keputusan yang sakinah dan maslahah dengan tetap tunduk kepada Allah melalui nilai-nilai kebaikan termasuk kepada perempuan khususnya pengalaman reproduksinya.