Menjadi Santri yang Berintelektual Tinggi

Santri adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di lembaga pesantren. Santri biasanya mengikuti program pendidikan yang berfokus pada studi agama Islam, seperti Al-Quran, Hadis, Akidah, Fiqih, dan sebagainya. Santri juga pada umumnya menghabiskan waktu beberapa tahun di pesantren untuk mempelajari ajaran ilmu agama Islam. Santri juga diharapkan dapat memperdalam pemahaman tentang Islam dan praktik ibadahnya secara benar serta mengajarkan ilmunya di lingkungan masyarakat.

Jika kita melihat kondisi zaman sekarang ini dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat secara besar-besaran telah merubah hampir seluruh aktivitas kehidupan umat manusia. Dengan cepatnya globalisasi itu terjadi, norma yang diturunkan oleh para salafus saleh dan para ulama kini sudah banyak yang ditinggalkan.  Kemaksiatan ada di mana-mana, pergaulan tak mengenal batas, dan terjadi di kalangan remaja yang masih labil. Bahkan hal seperti itu sudah dianggap wajar bagi sebagian kalangan masyarakat. Kelak sebagai orang tua, pastinya tak ingin anaknya terjerumus dalam jurang masa depan yang suram. Orang tua sangat ingin sekali melihat anaknya sukses baik di dunia maupun di akhirat kelak, berbakti kepada keduanya, dan apa saja yang bersifat baik.

Berbagai cara banyak dilakukan orang tua, seperti menyekolahkan anaknya, baik di madrasah maupun di sekolah formal, sebagai upaya untuk menjadi benteng dari permasalah saat ini. Oleh karena itu, jika hanya mengandalkan sekolah dan pantauan dari orang tua, itu belum cukup. Kenapa harus ada yang memondokkan anaknya di pesantren?

Firman Allah SWT di dalam surat al-Taubah ayat 122 menjadi salah satu alasannya:

 فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْآ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْن

“Dan hendaknya masing-masing setiap golongan ada sekelompok orang yang pergi meninggalkan kaumnya untuk tafaqquh fi al-diin (belajar dan mempelajari agama), agar kelak apabila pulang kembali ke kaumnya bisa memberi peringatan sehingga kaum tersebut bisa menjaga diri”

Pondok pesantren, menjadi lembaga pendidikan Islam tradisional telah menjadi pilihan yang populer bagi banyak orang tua yang sangat ingin memberikan pendidikan agama yang layak dan moral yang kokoh kepada anak-anak mereka. Meskipun saat ini terdapat beragam institusi pendidikan yang tersedia, pondok pesantren tetap memiliki nilai-nilai dan manfaat yang sangat khas. Maka dalam hal ini akan dibahas beberapa alasan mengapa seorang anak harus masuk pondok pesantren untuk menjadi seorang yang berintelektual dan membangun karakter yang kuat dimasa yang akan datang.

Menurut saya pribadi terdapat empat hal yang harus bisa dipenuhi dalam kesuksesan mencari ilmu juga agar menjadi pribadi yang tangguh. Semua itu bisa ditemukan di pondok pesantren.

  1. Berguru pada Kiai yang andal (Syaikh al-fattah)

Kiai pondok pesantren adalah figur dari segala–galanya, suri tauladan bagi para santri, dan masyarakat umum sekitarnya. Artinya apapun yang dilakukan oleh seorang kiai pasti akan diikuti para santri dan masyarakat umum, baik dalam tatanan ibadah mahdloh (murni), atau hal lain yang dialami oleh umat. Kiai yang andal (Syaikh al-Fattah) adalah seorang kiai yang tidak hanya memberikan pelajaran dan pengajian biasa, akan tetapi memiliki tingkat spiritual tinggi yang mampu membuka mata hati para santri. Seorang kiai yang andal mendidik para santrinya dua puluh empat jam tanpa henti dengan cara–caranya yang sangat tidak umum terjadi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika ada santri yang ketika di pondok tidak nampak ilmunya, setelah pulang, di rumah menjadi seorang kiai yang tangguh, figur yang sangat disegani, mempunyai kepribadian luhur, dan berwibawa tinggi. Semua itu barokah dari para kiai.

Salah satu hal yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah bimbingan dari seorang guru. Terlebih belajar ilmu agama Islam, haruslah sesuai dengan bimbingan guru. Belajar agama Islam janganlah secara otodidak semata, karena akan menjadi bahaya jika salah memahami suatu teks ayat atau hadits. Dikarenakan begitu pentingnya bimbingan guru, maka kita haruslah menghormati dan memuliakan guru. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan rido guru yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada Allah SWT.

Hal ini selaras dengan kaidah Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitabnya Bidayah Al-Hidayah yang berkata demikian:

لسان الحال افصح من لسان المقال

“Bahasa sikap lebih afsah (fasih) daripada Bahasa ucapan”

Mudahnya, perkataan Imam Al-Ghazali tersebut dapat diartikan: “menjadi suri tauladan dengan bergerak melakukan kebaikan secara langsung lebih mudah diserap (oleh santri/murid) dari pada hanya sekedar berteori (berbicara) belaka”. Hal tersebut jelas terjadi di pesantren karena para santri dapat melihat langsung praktik keilmuan dari kehidupan kiainya. Maka dari itu para kiai juga aktif memimpin shalat jamaah, memberikan teladan dengan melakukan shalat qabliyyah-ba’diyyah, shalat dhuha, shalat tahajjud, dan lain-lain. Kiai juga aktif membaca wirid-wirid tertentu dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT. Dan santri pun akan melihat, merekam, dan meniru keteladanan kiainya.

  1. Menjadi santri yang cerdas

Pondok pesantren memiliki keunggulan unik yakni mendidik para santrinya agar menjadi orang yang cerdas serta baik budi. Cerdas bukan hanya berarti tinggi IQ-nya. Kecerdasan ini bisa diperoleh dengan berbagai usaha, di antaranya hobi mencatat materi palajaran, sering berdiskusi, atau mengulang materi (muthola’ah) yang telah diajarakan. Akal yang cerdas tidak hanya dibutuhkan di pendidikan pondok pesantren, akan tetapi dibutuhkan di setiap lembaga pendidikan. Tapi, seseorang bermodalkan akal yang cerdas saja tidak cukup untuk mencapai tujuan yang baik dan benar. Akan tetapi, membutuhkan bimbingan, arahan, dan doa restu dari kiai yang diharapkan bisa membentuk insan saleh yang bermanfaat di dunia dan di akhirat. Kecerdasan akal manusia merupakan anugerah dari Allah SWT. Apabila manusia salah menggunakan akalnya, maka ia akan memperoleh kerugian dunia dan celaka di akhirat yang tiada hentinya.

Para santri sedikitnya dibekali tiga kecerdasan; pertama, secerdasan spiritual seperti contohnya riyadhoh atau tirakat merupakan sebuah laku spiritual yang biasa ditempuh seorang Santri guna untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya. Ada berbagai jenis tirakat yang dikenal di kalangan pondok pesantren, diantaranya seperti puasa Daud (Sunnah Nabi Daud), puasa Senin-Kamis, mutih, ngrowot, ngebleng, dan lain-lainnya. Tirakat tersebut biasanya juga diiringi dengan pembacaan hizib, doa, ratib, istigatsah dan amalan-amalan tertentu yang diperoleh dengan cara diijazahi oleh guru atau kiainya. Sedangkan cara mengamalkan atau melakukan tirakat bisa berbeda-beda di antara setiap pelaku, tergantung bagaimana ijazah yang diberikan oleh guru.

Ibadah para santri sudah tidak perlu ditanya lagi. Para santri bangun lebih pagi dan tidur larut malam bahkan ada yang begadang mengulang-ulang hafalan sambil meneguk secangkir kopi untuk menahan rasanya kantuk. Selain itu, para santri juga mendapatkan modal kecerdasan intelektual. Sebagaimana yang kita ketahui, para santri belajar sejak pagi, siang, sore hingga larut malam. Belajar Al-Qur’an, kitab kuning klasik karangan para ulama, dan ilmu umum sebab, saat ini banyak pondok pesantren yang mempunyai sekolah bahkan hingga perguruan tinggi.

  1. Mengkaji kitab karangan para ulama

Sebuah kenyataan yang tidak terbantahkan bahwasanya ilmu yang ditulis akan kekal selalu selamanya, sedangkan ilmu yang hanya dihafal, mudah dilupakan. Maka, keberadaan dan kualitas kitab ataupun buku yang menjaga ilmu harus ikut diperhatikan, dan pondok pesantren mempunyai keistimewaan dalam hal ini.

Bisa dipastikan, kitab yang dipelajari di pondok pesantren salaf adalah kitab yang bermutu dan memiliki sanad keilmuan yang jelas. Bahkan semua kitab di pondok pesantren disamping sebagai catatan ilmu, juga banyak barokahnya karena dikarang oleh para ulama yang tidak perlu diragukan kewaliannya dan punya derajat luhur di sisi Allah SWT. Ilmu yang diajarkan di pondok pesantren adalah ilmu yang haq, sesuai dengan Toriqoh Ahli Sunah wal Jama’ah, dan dapat dipastikan keotentikannya.

Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi di dalam kitab sunan beliau no. 2681)

Seperti yang diketahui bahwa kitab kuning yang berkembang cukup pesat di lembaga pesantren Indonesia pada dasarnya merupakan produk pemikiran para ulama terdahulu (salaf al-saleh) yang ditulis dengan format khas pra-modern sebelum abad ke-17 M. Kemudian, dinamakan kitab kuning karena kitab ini dicetak di kertas yang berwarna kekuning-kuningan. Dan inilah yang menjadi ciri khas utama kitab kuning, selain juga isi tulisannya tidak berharakat, alias gundul. Dengan modelnya yang sedemikian rupa, maka hanya orang-orang tertentu pula yang dapat membaca dan memahami isi dari kitab kuning.

Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah mengungkapkan, seperti yang dikutip Ibnu Abdul Barr dalam kitab Jami’ Bayanil Ilmi; “Ulama akan selalu dikenang di setiap zaman. Meskipun jasad mereka telah tiada, namun jasa-jasa mereka akan selalu terpatri dalam benak sanubari.”

  1. Belajar dengan sungguh–sungguh

Dalam menuntut ilmu diperlukan sebuah usaha agar mendapatkan apa yang dicita-citakan dan diimpikan. Untuk mencapai semua itu, kiranya tidak bisa dicapai jika hanya memikirkan dan memimpikan hasilnya. Para santri yang belajar di pondok pesantren dituntut harus bersungguh–sungguh, tidak kenal lelah dan tetap menjaga kesehatan, bisa membagi waktu dengan tartib dan benar, mengikuti program pelajaran dari pondok pesantren, serta tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pondok pesantren.

Syaikh Az Zarnuji dalam kitab Ta’lim Al-Muta’allim mengatakan:

ثم لابد من الجدِّ والمواظبة والملازمة لطالب العلم

bahwa diantara hal yang penting dalam menuntut ilmu yang harus diperhatikan adalah al-jidd (kesungguhan). Jika sesuatu dilakukan dengan kesungguhan, maka Allah SWT akan memberikan keberhasilan di dalamnya. Selain kesungguhan (al-jidd), juga perlu diiringi dengan sikap kesungguhan yang terus menerus (al-muwazobah) dan komitmen (al-muzallimah) dalam menuntut ilmu. Tiga sikap ini harus ada dalam diri seorang santri (orang yang belajar) dan berjalan secara beriringan, tidak dapat hanya salah satunya saja.

Poin pertama yang paling penting yaitu kesungguhan. Saat seorang santri telah bersungguh-sungguh, maka ia akan melalui fase ketekunan dan ketika sudah bisa tekun, ia akan terus memiliki cita-cita dan berusaha untuk mewujudkannya. Dengan kesungguhan, seorang santri akan bisa menjadi apa yang ia inginkan, dalam bidang apapun itu. Kesungguhan harus selalu ada dan harus dipertahankan agar Allah SWT menolong dan mempermudah menggapai cita-cita.

Ada pula syair lainnya yang mengingatkan seorang santri selaku penunut ilmu untuk bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu dan berjuang dalam menghadapi segala cobaannya adalah:

الجدّ يدنى كل امر شاسع  # والجد يفتح كل باب مغلق

واحق خلق الله بالهم امرؤٌ # ذو همّةيبلى بعيش ضيق

“Kesungguhan itu dapat mendekatkan sesuatu yang jauh, dan bisa membuka pintu yang terkunci. Sungguh banyak orang yang bercita-cita luhur bersedih karena diuji oleh lika-likunya kehidupan.”

Sistem pesantren juga akan membentuk karakter santri yang berilmu dan berakhlak mulia. Tentu itu tidak bisa digapai dengan waktu yang singkat. Terlebih di bagian akhlak dan perilaku perlu pembiasaan yang lama. Mari lebih serius belajar untuk menyongsong masa depan. Sebab pendidikanlah penentu masa depan. Penuhi syaratnya dan raih kesuksesannya. Semoga kita tergolong dalam orang-orang yang senang dalam belajar.

Wallahu a’lam.

{{ reviewsTotal }} Review
{{ reviewsTotal }} Reviews
{{ options.labels.newReviewButton }}
{{ userData.canReview.message }}

Bagikan :

Artikel Lainnya

Pentingnya Suami Memperhatikan K...
Maraknya Angka Kematian Ibu menjadi kabar duka bagi masyarakat...
Muludan Bisa Menjadi Obat dari B...
Beberapa hari kemarin kita memasuki bulan yang sangat mulia, d...
Yang Pertamakali Tahu Tanda-tand...
Saya mendengarkan keterangan ini dari salah satu pengajian Gus...
Bullying itu Menyakitkan, Jangan...
Melihat banyaknya berita tentang bullying akhir-akhir ini, ras...
Peran Mahasiswa KKN Plus 2024 In...
Dalam upaya untuk mempererat ukhwah Islamiyah, Mahasiwa/i Kuli...
الحرمة خير من الطاعة
Di manapun dan dengan siapapun kita hidup pasti ada yang naman...

Hubungi kami di : +62851-5934-8922

Kirim email ke kamikebonjambu34@gmail.com

Download APP Kebon Jambu Coming Soon